LENSAINDONESIA.COM: Wacana pembentukan koalisi antara partai politik Islam dengan istilah poros tengah jilid II, direspon “dingin” Partai Bulan Bintang (PBB). Benarkah koalisi partai Islam tidak laku?
Partainya Yusril Ihza Mahendra ini beranggapan wacana koalisi partai Islam saat Pemilu 1999, merupakan masa lalu yang tidak perlu diulang untuk konteks politik saat ini.
Baca juga: Sistem pemilu hanya lahirkan penghianat bangsa dan Tak wajar, hanya karena kasus LHI masyarakat harus golput
Bahkan, elit DPP PBB mengakui, saat ini partai politik sangat pragmatis, sehingga tidak penting lagi membawa embel-embel Islam dalam pertarungannya.
“Sudahlah, kita cari pokok masalah bangsa. Teramat sulit partai Islam cari titik temu. Membawa label Islam, terlalu beresiko. Partai sudah pragmatis semua, harus kita akui itu,” ungkap Ketua DPP PBB, Sukmo Harsono dalam diskusi “Capres Parpol Islam: Publik Bicara Peluang Poros Tengah Jilid II” di WHIZ Hotel Cikini, Jakarta, Minggu (23/2/14).
Sebelumnya, dalam waktu yang sama, Political Communication Institute (POLCOMM) yang dipimpin pengamat komunikasi Politik, Heri Budianto mencoba menginisiasi dan mendorong lahirnya figur dan tokoh baru parpol Islam. Diharapkan jadi bagian dari persiapan menggerakkan kembali koalisi poros tengah jilid II seperti pada pemilu 1999, mengantarkan Gus Dur jadi presiden.
“Spirit kami mendorong wacana ini sebagai penguatan demokrasi. Sehingga tidak ada tokoh yang sangat dominan dalam pertarungan Capres mendatang. Koalisi poros tengah jilid II ini penting dilakukan dengan berbasis kepada ideologi, bukan basis pragmatisme,” kata Direktur POLCOMMN, Heri Budianto.
Dalam hemat Heri Budianto, pengalaman koalisi poros tengah jilid I Pemilu 1999, sukses mengantar Gus Dur jadi presiden, sebenarnya bisa jadi acuan.
Namun, tampaknya hal ini sangat sulit diwujudkan. Mengingat, belum ada tindakan nyata ke arah pembentukan koalisi. Apalagi, realistas politik Parpol Islam masih ngotot mengusung petinggi partai masing-masing.
“Koalisi partai Islam semakin jauh ketika muncil realitas politik bahwa koalisi dibangun bukan dasar ideologi. Melainkan, untuk kepentingan kekuasaan,” pungkas doktor ilmu komunikasi politik jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta ini. @firdausi
0 comments:
Post a Comment