LENSAINDONESIA.COM: Mahasiswa GMNI (Gerakan Mahasiswa nasional Indonesia) mendukung Presiden Joko Widodo berani keukeuh mengambil langkah strategis membentuk kementerian baru, yaitu Kementrian Agraria. Mengingat, permasalahan agraria di daerah-daerah di tanah air masih sangat rawan dan rentan konflik hingga saat ini.
“Sejalan dengan visi Trisakti, Kami tagih komitmen Presiden Joko Widodo untuk memperjuangkan nasib petani di berbagai daerah di Indonesia (termasuk Banten) yang selama ini diabaikan,” tegas Ketua Umum GMNI Cabang Serang, Banten, Febri Setiadi dalam keterangannya kepada LICOM, Sabtu (25/10/14).
Baca juga: Presiden 'genggam' kementerian baru, DPR tarik ulur jawab surat Istana dan Terkecoh lagi, Jokowi cek foto presiden dikira umumkan kabinet
Diketahui, nomenklatur kementerian baru yang dibentuk Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla, membentuk Kementerian Agraria. Kementerian ini dibawah koordinasi Kemenko Perekonomian.
Selanjutnya, Febri menyontohkan persoalan agraria di Provinsi Banten, misalnya, terdapat ribuan hektar lahan yang terindikasi berada dalam sengketa, baik antara petani dengan petani, petani dengan aparat atau dengan pemerintah.
“Terdapat 13.000 hektar lahan pertanian di Kecamatan Cibaliung dan 70 hektar lahan di Kecamatan Baros yang masih dalam sengketa. Terakhir yang lebih pelik kasus sengketa lahan Petani Gorda dengan TNI AURI di Kecamatan Binuangeun Kabupaten Serang,” ungkap Febri.
Kasus para Petani di Banten yang terjerat sengketa lahan telah mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Banten agar menyelesaikan persoalan tersebut, namun hasilnya nihil. Hal seperti ini, tentunya banyak terjadi di Indonesia. “Ini tantangan bagi pemerintahan Jokowi-JK kedepan, kami menuntut keberpihakan rezim terhadap petani,” tukasnya.
Juru bicara Koalisi Mahasiswa UIN (KMU), Sintia Aulia Rahmah, menyatakan masalah agraria telah menanti pemerintahan Jokowi-JK kedepan. Presiden Jokowi selayaknya memilih figur tepat untuk bertanggungjawab di Kementrian Agraria ini, karena rentan berimbas pada keberpihakan pemerintah terhadap pihak-pihak bermodal besar yang ingin menguasai tanah rakyat secara tidak adil.
“Kementerian Agraria jangan diserahkan kepada orang yang tidak memiliki rekam jejak dalam menyelesaikan soal-soal agraria di tanah air, karena publik akan semakin kecewa dengan Jokowi-JK,” tegas Sintia, disampaikan kepada LICOM.
Selain itu, Sintia menambahkan, saat ini problem agraria dan sektor pertanian di Indonesia tak hanya berkurangnya jumlah petani, tapi juga berkurangnya luas lahan untuk pertanian, baik akibat alih fungsi lahan maupun konflik lahan pertanian.
“Reformasi telah mengamanatkan Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 2011 tentang reformasi agraria dan SDA. Namun, selama ini amanat reformasi agraria cenderung diabaikan pemerintah karena dianggap tidak menarik minat investor,” pungkasnya. @licom
0 comments:
Post a Comment