LENSAINDONESIA.COM: Ketua Presidium Perhimpunan Pembangunan Nusantara (PPN) Drs. H Jemmi Mokodompit, SE. MBA mengatakan, saat ini adalah momentum yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk memikirkan kembali nasib para nelayan yang masih belum beruntung dan terpinggirkan.
Menurutnya, sampai saat ini profesi nelayan tidak jarang dipandang sebelah mata oleh sebagian besar penduduk negeri ini. Karena pekerjaan nelayan erat terkait dengan kemiskinan, bahkan nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor).
Baca juga: PAN siap turunkan seluruh anggota fraksi hadiri pelantikan Jokowi-JK dan Jokowi-JK dilantik, MPR akan persatukan KMP dan KIH
Jemmi mengatakan, adanya program pemerintahan baru Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berkomitmen memperbaiki nasib nelayan, patut disambut baik.
“Dalam suatu kesempatan Jokowi menargetkan Indonesia akan mempunyai 500 unit kapal modern dengan kapasitas diatas 30 groos ton (GT), untuk melayani di 8 Provinsi seperti wilayah Maluku dan Papua. Juga ditargetkan dalam pemerintahan baru nanti, akan ada sekitar 1 juta hektar tambak tambahan serta pengembangan mariculture atau pembudidayaan perikanan pada laut dangkal, tentu merupakan momentum yang patut diapresiasi,” kata Jemmi melalui pers rilis yang diterima lensaindonesia.com, Minggu (12/10/2014).
Menurut Jemmi, hal itu adalah target yang realistis dan konstruktif untuk merubah nasib nelayan.
Dari data yang dihimpun PPN, seperempat dari seluruh total penduduk miskin yang berada di Indonesia adalah dari kelompok dan keluarga nelayan tradisional di pesisir, yaitu sebanyak 7,87 juta orang, atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang sebanyak 31,02 juta orang.
“Ini sangat ironis, sebab Indonesia yang kaya akan potensi sumber daya lautnya yang demikian besar, pada realitanya nasib kaum nelayan yang mendiami pesisir lebih dari 22 persen dari seluruh penduduk Indonesia, justru berada dibawah kemiskinan dan yang selama ini terpinggirkan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada daratan,” ujar Jemmi yang dari elemen Kerukunan Keluarga Besar Haji Indonesia (KKBHI) ini.
Padahal jika kita mau jujur, imbuhnya, keberadaan nelayan sangatlah urgen dan menjadi penentu bagi masa depan kehidupan anak bangsa. “Mereka adalah pejuang tangguh, pantang mundur dan tidak tunduk pada segala bentuk ancaman, kendati bayang-bayang maut seringkali menghadang di depannya. Nelayan pulalah yang menjadi pahlawan dalam pemenuhan protein utama anak-anak bangsa kedepan,” lanjut Jemmi tegas.
Kaum nelayan sendiri adalah komunitas orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, merupakan salah satu soko guru bangsa selain kaum tani dan kaum buruh. Kaum nelayan pada umumnya berdomisili di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang beraktivitas perikanan laut (marine fisheries) dan perikanan perairan umum (inland fisheries) yang berdomisili di sekitar perairan danau, waduk, rawa dan sungai. Kedekatan nelayan terhadap sumber daya air, baik laut maupun perairan umum dikarenakan mereka menghendaki aksebilitas yang tinggi ke laut dan menjadikan perairan umum sebagai ladang penghidupan.
“Itulah sebabnya dalam pemerintahan, kaum nelayan membutuhkan bapak pengayom karena kurangnya kesempatan mereka untuk menyalurkan aspirasi dan harapannya akibat sumber kehidupannya ada di laut,” ungkap Jemmi.
Namun demikian, sergah Penasehat PPN, Teddy Syamsuri yang mendampingi Jemmi, hikayat tentang nasib nelayan tidaklah berbanding lurus dengan kerja kerasnya. Ketidakberdayaan kaum nelayan telah menjadi fenomena klasik sepanjang sejarah Indonesia terkukuhkan sebagai negara bangsa.
“Dari zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga ke era Reformasi, keberadaan nelayan tetap saja terpinggirkan dan termarginalkan. Para nelayan terkatung-katung dalam sindrom kemiskinan. Bahkan di berbagai daerah, dalam jumlah besar nelayan tradisional terjerat hutang akibat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,” tutur aktivis KAPPI Angkatan 1966 yang mantan pelaut ocean going itu menambahkan.
Kegigihan para nelayan yang berjuang untuk anak dan istri mereka, menurut Teddy yang juga Penasehat Relawan GANTI Pantura, menjadikan mereka sosok pribadi yang tangguh. Semangat Kegigihan yang mereka kobarkan rasanya tak sebanding dengan kehidupan yang mereka jalani sampai saat ini, yang masih tetap berada dalam situasi dan kondisi yang sangat memprihatinkan. Kalau pun ada diantara mereka yang bisa hidup mapan dan berkecukupan, jumlahnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan nelayan yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Kondisi kaum nelayan semakin rentan dengan kemiskinan karena hasil laut semakin berkurang, daya dukung sumber daya ikan terus menurun, jumlah para nelayan semakin meningkat , dan juga perubahan iklim dan gangguan cuaca yang kadang tak menentu. Kemiskinan itu tecermin dari tingkat pendapatan, keterjangkauan pendidikan anak, kesehatan, dan ketahanan pangan keluarga nelayan.
“Disini terlihat jelas bahwa nelayan Indonesia yang merupakan pahlawan penyedia gizi protein bagi anak-anak bangsa, selama ini hanya dijadikan sebagai subjek pembangunan dalam kebijakan Pemerintah,” ujarnya.
Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi, lanjut Teddy, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh dan bukan solusi secara parsial.
“Oleh karena itu, harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan, karena yang terjadi bukan kemiskinan nelayan melainkan pemiskinan nelayan. Maka untuk membuat nelayan maju diperlukan pendekatan-pendekatan struktural, baik mengatasi patron-klien di tingkat desa maupun meningkatkan dukungan politik untuk kemajuan nelayan di tingkat makro. Artinya, perlu kebijakan-kebijakan alternatif yang secara riil mendorong nelayan untuk melakukan mobilitas vertikal,” katanya.
Kondisi nelayan yang semakin rentan dengan kemiskinan, perlu ada perhatian yang serius dari Pemerintah dalam hal pengambilan kebijakan dan keputusan yang sesuai dengan masalah dan kondisi nelayan. Berdasarkan peninjauan dan pengamatan yang diperoleh dari literatur pendukung terkait masalah kemiskinan nelayan Indonesia, maka PPN menarik kesimpulan mengenai upaya-upaya penanggulangan kemiskinan nelayan Indonesia memang sangat diperlukan hadirnya seorang pemimpin yang benar-benar berpihak terhadap kaum nelayan khususnya, maupun komunitas maritim, pelaut, masyarakat pesisir, pembudidaya tambak pantai dan rumah tangga perikanan pada umumnya.
Atas pertimbangan ini dan mengingat ada icon kaum nelayan yang secara lineir lahir sebagai anak nelayan hingga menjadi guru besar perikanan dan ilmu kelautan, bahkan pernah juga menjadi menteri yang ditugasi untuk membangun sektor kelautan dan perikanan. PPN yang bekerjasama dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan yang di dukung TNI-AL serta Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), berencana dalam waktu dekat ini akan menggelar pemberian piagam anugerah ‘Bapak Nelayan Nusantara’ kepada icon kaum nelayan tersebut.
Dimaksudkan oleh PPN, agar ada pemimpin yang bisa membina, membimbing dan melindungi kaum nelayan khususnya, agar segera terentas dari belitan kemiskinan, yang bersama pemerintahan Jokowi JK bersinergi untuk mengejar ketertinggalannya. “Agar kaum nelayan bisa hidup sejajar dengan soko guru bangsa lain yang lebih dulu maju. Memperoleh perhatian Pemerintah yang sangat diharapkan bukan hanya sekedar janji yang pernah dikampanyekan tanpa diimplementasikan”, pungkas Ketua Presidium PPN, Jemmi Mokodompit.@ridwan_LICOM
0 comments:
Post a Comment