LENSAINDONESIA.COM: Seorang guru tidak tetap (GTT), CY, yang mengajar sejak 1978 mendadak dipecat oleh Kepala Sekolah SDN Jatiklabang, Drs AS. Diduga pemecatan sepihak ini buntut dari kasus pemukulan terhadap JMA, salah satu siswa kelas VI SDN Jatiklabang yang tak lain adalah anak CY.
Kasus penganiyaan siswa kelas VI SD ini sedang dalam proses di Polres Tuban, setelah CY tak terima anaknya ditempeleng sang Kepala Sekolah SDN Jatiklabang saat upacara bendera dan memilih menyelesaikan lewat jalur hukum.
Baca juga: Kepala Sekolah tempeleng siswanya saat upacara bendera dan Ayah kandung dan guru kompak cabuli siswi kelas VI SD hingga hamil
“Memang benar yang bersangkutan kami berhentikan dengan hormat,” terang Drs AS, Kepsek SDN Jatiklabang yang kini jadi tersangka kasus penganiayaan siswanya itu.
Namun Kepala Sekolah SDN Jatiklabang ini membantah jika pemberhentian CY sebagai guru olahraga di sekolahnya lantaran nekat melapor ke polisi. Menurutnya pemecatan itu terjadi lantaran CY dianggap selalu menjadi provokator para siswa di sekolah untuk berani kepada para guru. “Selama ini ibu korban memang selalu memprovokatori anak untuk tidak hormat pada guru,” terang Drs AS yang dikenai wajib lapor oleh Polres Tuban.
Drs AS yang juga sudah lama menjadi Kepala Sekolah SDN Jatiklabang menampik tudingan pemecatan terhadap CY karena laporannya ke polisi sebagai buntut penganiayaan terhadap bocah kelas VI. “Bukan karena itu. Tapi memang karena CY selama ini jadi provokator,” ujarnya menegaskan.
Seperti diberitakan Lensa Indonesia, salah satu siswa kelas VI SDN Jatiklabang, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, JMA ditempeleng Kepala Sekolah SDN Jatiklabang, Drs AS, hanya gara-gara pelajar itu tak mengenakan topi dan dasi saat upacara bendera.
Belakangan, JMA sering mengeluh pusing kepala dan tak mau sekolah. Mengetahui hal ini, orangtuanya terus mendesak anaknya itu untuk bercerita sejujurnya. Dari mulut bocah SD ini akhirnya keluarlah cerita bahwa dia ditempeleng Kepala Sekolah SDN Jatiklabang hanya gara-gara lupa pakai dasi dan topi saat upacara bendera.
Tanpa berpikir dua kali, kasus ini kemudian dilaporkan ke Unit PPA Polres Tuban. Polisi yang menerima laporan bergegas membuatkan visum untuk mengetahui luka-luka yang dierita bocah SD itu.
Petugas PPA Polres Tuban menjerat sang Kepala Sekolah dengan pasal 80 ayat 1 Undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman 3 tahun 6 bulan penjara. @andiono
0 comments:
Post a Comment