LENSAINDONESIA.COM: Polemik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 yang tak kunjung menemui titik temu, malah merugikan masyarakat.
Setidaknya masyarakat akan dirugikan dalam tiga hal. Pertama, kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, terkait pelayanan publik yang terancam lumpuh. Pasalnya, anggaran pendidikan dan kesehatan terancam terlambat turun.
Baca juga: Ikuti NasDem, Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta cabut hak angket Ahok dan Gubernur Ahok dan pimpinan DPRD DKI dipanggil Mendagri, Rabu
“Misalnya anggaran Kartu Jakarta Sehat (KJS) Rp 1,3 triliun, Kartu Jakarta Pintar (KJP) Rp 2,2 triliun, dan dana BOS Rp 2,51 triliun,” ujarnya di Kantor Sekretariat Nasional (Seknas) Fitra, kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Selasa (3/3/2015).
“Akibatnya, jatuh tempo penarikan Puskesmas, rumah sakit, dan sekolah menjadi terhambat. Sehingga, dikhawatirkan justru terjadi masalah dan konflik antara birokrasi dan masyarakat dalam hal pelayanan publik,” lanjutnya.
Kedua, kata Yenny, proyek nasional di Jakarta pun terancam mangkrak. Salah satunya untuk pembiayaan proyek mass rapit transit (MRT) senilai Rp 4,55 triliun. Ketiga, penyerapan APBD DKI juga akan semakin rendah.
“Dengan terlambatnya pencairan APBD 2015 ini, maka dapat dipastikan penyerapan anggaran akan sekamin rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” jelasnya.
Yenny pun mengingatkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terancam kehilangan dana perimbangan dari pusat sebesar Rp 11,40 triliun, jika APBD terlambat ditetapkan.
“Hal itu sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 903/6865/SJ 2014, di mana jika APBD terlambat ditetapkan, maka tidak dibayarkannya hak-hak keuangan daerah selama enam bulan sesuai amanat Pasal 312 ayat (2) UU No. 23/2014 tentang Pemda,” bebernya. @fatah_sidik
0 comments:
Post a Comment