Tuesday, December 30, 2014

Anggaran DKI Rp72,9 T terpakai 36,07%, awasi SKPD mental korup

Anggaran DKI Rp72,9 T terpakai 36,07%, awasi SKPD mental korup




LENSAINDONESIA.COM: Pengamat politik anggaran, Uchok Sky Khadafi, menilai, besarnya dana penyertaan modal pemerintah (PMP) DKI Jakarta bagi badan usaha milik daerah (BUMD)sejak pemerintahan DKI dipegang Joko Widodo –kini Presiden RI– dan Basuki Tjahaja

Purnama (Ahok) hanya untuk menyiasati penyerapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).


“Pada tahun ini saja minim penyerapan dan biaya dialihkan ke BUMD. Jadi, uang yang masuk ke BUMD bukan untuk pengembangan bisnis, tapi kamuflase pencitraan, supaya penyerapan tinggi tiap tahun. Biar November 36 persen, tapi Desember nanti bisa sampai 50 persen,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (30/12/2014).


Baca juga: Anggaran DKI 2015 ribet, Gubernur Ahok dan F-Gerindra tak sinkron lagi dan Penyerapan anggaran rendah, dewan salahkan ULP


Diketahui, penyerapan APBD DKI tahun anggaran 2014 per November, baru mencapai 36,07 persen dari total anggaran sebesar Rp 72,9 triliun. Adapun target pemerintah provinsi (pemprov) yakni 97 persen.


Padahal, kata Uchok, PMP yang diberikan ke BUMD tersebut selama ini realisasinya tak optimal. Dia menyontohkan dengan Bank DKI yang mendapat keuntungan sebesar Rp 337 miliar pada 2012 dan hanya naik Rp 215 miliar atau meraih laba Rp 592 miliar pada

tahun selanjutnya. Padahal, perusahaan pelat merah itu mendapatkan PMP sekitar Rp 3 triliun pada 2013.


“Dalam bisnis, ini rugi sekali. Mending dimasukan ke bank, lebih untung,” cibir koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tersebut. Artinya, rakyat Jakarta merugi kalau dananya hanya dikelola untuk

pencitraan politik.


Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), katanya,

total aset 22 BUMD Jakarta mencapai Rp 56,5 triliun.


Menurut Uchok, sepatutnya DPRD DKI mengevaluasi tiap BUMD yang akan diberikan PMP, seperti perencanaan ekonomi yang terukur, kontribusi bagi pemerintah daerah (pemda).


“Tapi di DPRD kita, kayaknya oke-oke saja, karena enggak ada makan siang gratis,” kritiknya. Alasannya, anggota dewan mendapatkan fasilitas dari beberapa BUMD. Dia menyontohkan dengan diberikan kartu VVIP, sehingga bisa masuk Ancol secara cuma-cuma.


“Jangan kan ke Ancol, perusahaan-perusahaan spa dan pijit di Kota Tua saja bisa dapat diskon. Artinya, ini kan mengganggu integritas dewan,” imbuh dia.


Selain itu, peraturan daerah (perda) terkait pemberian PMP diminta terbuka untuk diakses. Pasalnya, hingga kini, sulit didapatkan masyarakat.


“Jangankan Perda PMP, RAPBD 2015 saja sudah ada CD-nya, tapi sulit untuk diminta. Jadi, ada tanda-tanda berpotensi korup,” kata Uchok. Karenanya, Gubernur Ahok harus mewaspadai jajaran SKPD-nya yang bermental curang atau korup.


Menurut Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI, Iman Satria, dewan hanya menyetujui pemberian PMP ke PT MRT sebesar Rp 4,5 triliun. Dalihnya, memiliki perencanaan pembangunan, rician dan laporan keuangannya jelas, serta untuk kepentingan publik. @fatah_sidik


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment