LENSAINDONESIA.COM: Luapan air Bengawan saat musim hujan menjadi ‘momok’ bagi para pengrajin batu bata dan genteng di pinggiran Bengawan Solo, Desa Karanggeneng, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan.
Sebab tidak jarang, batu bata dan genting yang telah mereka cetak luluh lantak disapu banjir.
Baca juga: Kejari Lamongan bidik korupsi Kades Gedong Boyo Untung dan Dana 'ditilep' ketua Poktan, program UPPO Lamongan gagal total
“Sudah empat belas tahun kami disini. Setiap kali musim hujan bata kami terendam banjir,” ungkap Sumiatun, salah satu pengrajin kepada lensaindonesia.com, Rabu (31/12/2014).
Di pinggiran Sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut, ada sekitar 22 pengrajin batu bata dan genteng. Mereka semuanya berasal dari berbagai desa di Kecamatan Karanggeneng, seperti dari Desa Klagen Kawistolegi, Desa Jagran.
Tingginya intensitas hujan sebulan terakhir memberi dampak yang signifikan terhadap produksi batu bata. Bahkan para pengrajin cenderung merugi.
“Jika di uangkan kerugian bisa mencapai sekitar tiga juta per bulan,” kata Jayadi, rekan sesama pengrajin Sumiatun.
Kendati produksi menurun akibat hujan, para pengerajin tetap dikenakan pungutan Swadaya Rp 100 ribu untuk Desa Karanggeneng dan Rp 50 ribu untuk Kecamatan Karanggeneng. Para pengrajin ini juga kerap dimintai sumbangan bila pihak desa dan kecamatan menggelar hajatan (kegiatan).
Adanya pungutan rutin tersebut, Plt Sekretaris Desa (Sekdes) Karanggeneng Haris Fauzi membenarkan pihaknya memberlakukan kebijakan. Pungutan Swadaya tersebut, ujar dia, dilakukan sesuai dengan Peraturan Desa (Perdes) setempat.
“Sesuai dengan Perdes mereka kita kenakan biaya perbulan Rp 100 ribu untuk pengrajin batu bata, dan Rp 200 ribu untuk pengrajin genteng,” ungkap Haris Fauzi.
Hingga berita ini diturunkan Camat Karanggeneng belum bisa dikonfirmasi terkait adanya dana pungutan yang ‘mengalir’ ke kecamatan.@afit
0 comments:
Post a Comment