Tuesday, December 2, 2014

Uang rakyat Surabaya Rp7 T baru dihabiskan separuh, pelit atau malas?

Uang rakyat Surabaya Rp7 T baru dihabiskan separuh, pelit atau malas?




LENSAINDONESIA.COM: DPRD Surabaya mulai memelototi tajam terhadap kinerja Walikota Tri Rismaharini dalam mengendalikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya selama 2014. Pasalnya, menjelang tutup tahun, semua SKPD menunjukkan kinerja yang buruk.


Faktanya, sampai 20 November 2014, realisasi belanja untuk proyek-proyek APBD tahun anggaran 2014 baru terserap 59 %. Praktis, ini cukup dilematis antara kinerja malas, sikap hati-hati, pelit, atau akibat ‘wait and see’ selama 2014 disibukkan agenda nasional pesta demokrasi Pemilu legislatif dan Pilpres.


Baca juga: Pembahasan RAPBD DKI masih tersandera konflik dan Risma jadikan Surabaya pelopor dan barometer Indonesia


Dari anggaran Rp 7.072.715.425.304 baru terealisasi sebesar Rp 4.181.933.629.206. Dari semua SKPD yang ada, serapan anggaran yang paling minim adalah Dinas Pengelolahan Tanah ddan Bangunan (DPTB). Dari anggaran yang disiapkan sebesar Rp 245.711.855.534, yang terserap baru Rp 67.115.129.106. Artinya, sepanjang tahun 2014, DPTB baru menggunakan anggaran sekecil 27 %.


Selain DPTB, SKPD yang minim serapan adalah Dinas PU Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP). Dari alokasi anggaran senilai Rp 1.170.772.024.898, baru terserap Rp 375.035.594.232. Hanya terserap 32 % dari anggaran yang ada. Sementara yang lumayan bagus adalah Dinas Pendidikan mampu menyerap anggaran sebesar Rp 71 %. Dari total anggaran Rp 1.720.091.624.196 sudah terserap Rp 1.216.016.655.715.


Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya Vinsensius menyayangkan minimnya serapan di semua SKPD, terutama di Dinas PU Bina Marga dan Pematusan. Alasannya masih klasik. Minimnya serapan di DPUBMP karena kenaikan harga baku akibat BBM naik, minim yang ikut lelang, dan terkendala pembebasan lahan.


“Jawabannya yang diperolah bisa dikatakan ibarat lagu lama yang diputar kembali, pembahasan seperti ini jika tidak dicarikan solusi yang baik maka ketika serapan minim maka lagu tersebut akan diputar kembali.” ucapnya.


Menurutnya, ke depan perlu monitoring dan evaluasi kinerja SKPD yang serapannya minim. Tujuannya untuk mengetahui penyebab minimnya serapan. Apakah persoalannya bermula dari kemampuan seorang kepala dinas atau tim kerjanya yang kurang bekerja dengan baik, atau memang ada kendala teknis di lapangan.


Awey, sapaannya, menjelaskan seharusnya dalam perencanaan anggaran sudah ada unsur inflasinya untuk mengantisipasi terjadinya eskalasi. Dia menyatakan, naiknya bahan baku tidak bisa dijadikan alasan. Mestinya, masing-masing SKPD memiliki rekapitulasi kegiatan satu persatu by name by address. Sehingga bisa diketahui yang sudah terealisasi dan yang belum.


“Kemudian juga mana yang sudah berjalan setengah lalu tidak diteruskan lagi dikarenakan mentok plafon anggaran akibat bahan baku yang naik, mana yang sudah kerja separuh lalu ditinggalkan kontraktornya, mana yang sudah selesai proses namun kualitas tidak memadai, mana yang sama sekali belum digarap dan sebagainya,” terangnya.@iwan_christiono


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment