LENSAINDONESIA.COM: Maraknya makanan yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan masyarakat, mengundang keprihatinan Komisi IX DPR RI. M Sarmuji, anggota Komisi IX, memperingatkan peredaran makanan yang dicampur zat berbahaya semakin tidak terkontrol. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku wakil Pemerintah dikritisi tajam dan seolah ”digoblokkan”, sehingga perannya tidak berdampak membuat jera tindakan para produsen “mencelakakan” kesehatan masyarakat.
Ia meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku wakil Pemerintah, harus melibatkan partisipasi masyarakat dan
produsen untuk mengawasi peredaran makanan berbahaya itu. Sehingga, kerja pengawasan yang dilakukan BPOM akan lebih
ringan.
Baca juga: Ikan formalin masuk Jatim, Komisi E minta Dinkes turun tangan dan Waspada! Ikan laut di Bojonegoro berformalin
“Dengan keterbatasan SDM BPOM, dan area pengawasan yang luas, maka BPOM wajib melibatkan masyarakat,” ujar Sarmuji dalam
rapat dengar pendapat Komisi IX DPR RI dan BPOM di Gedung DPR RI, Senin (08/06/2015).
Ia mencontohkan, menjelang ramadhan, akan banyak makanan yang masuk ke pasar swalayan dan pasar tradisional. Banyaknya
pasar swalayan dan pasar tradisional, katanya, akan kesulitan bagi BPOM untuk melakukan operasi pengawasan makanan.
“Nggak akan sanggup BPOM melakukan operasi pengawasan di pasar swalayan dan pasar tradisional. Maka itu, pelibatan
masyarakat sangat penting,” kata politisi Golkar ini.
Menurutnya, agar masyarakat tau (aware) terhadap makanan berbahaya, maka, masyarakat harus diedukasi terlebih dulu, agar
bisa membedakan mana bahan makanan berbahaya dan tidak. Menurutnya, terkadang masyarakat dan produsen tidak bisa
membedakan makanan berbahaya.
“Jika masyarakat aware, maka masyarakat punya mekanisme tersendiri untuk mengawasinya,” ujarnya.
Lanjut Sarmuji, mekanisme lain yang bisa mencegah para produsen makanan supaya tidak mencampur zat berbahaya ke dalam
bahan makanan, misalnya, memberi rasa pahit pada formalin, boraks, dan pewarna tekstil yang jika dicampur ke dalam
makanan produk makanan menjadi tidak enak dimakan, dan tidak bisa dijual ke konsumen.
“Jika dua mekanisme itu dilakukan, maka 3/4 pekerjaan BPOM sudah selesai,” pungkasnya. @endang
0 comments:
Post a Comment