Thursday, July 24, 2014

SIGMA: Jokowi-JK calon presiden terpilih, bukan presiden terpilih

SIGMA: Jokowi-JK calon presiden terpilih, bukan presiden terpilih




LENSAINDONESIA.COM: Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahudin menilai, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah menjadi ketetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai pemenang calon presiden dan wakil presiden terpilih 2014.


Jokowi-JK belum bisa dipastikan sebagai presiden terpilih secara hukum lantaran belum resmi dilantik.


Baca juga: Massa tuna rungu tagih janji Ahmad Dhani potong kemaluan dan Ribuan relawan Jokowi-JK di Jatim terima penghargaan


“Jokowi memang telah dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh KPU. Tetapi sepanjang belum resmi dilakukan pelantikan, maka dia belum bisa dikatakan sebagai presiden terpilih dan belum benar-benar akan menjadi Presiden RI ke-7. Menurut hukum, status Jokowi sampai dengan hari ini adalah pasangan calon presiden terpilih, bukan presiden terpilih,” ujar Said kepada lensaindonesia.com, Kamis (24/07/2014).


Said menjelaskan, bahwa harus dibedakan arti antara calon presiden terpilih dengan presiden terpilih agar tidak menimbulkan kerancuan hukum. Di dalam hukum, menurutnya, itu segala sesuatunya harus mengandung kepastian. “Nah, masalahnya dia belum pasti benar akan menjadi Presiden terpilih,” terangnya.


Untuk bisa disebut sebagai Presiden terpilih, lanjutnya, Jokowi sesungguhnya masih harus melewati dua fase pertarungan lagi, yaitu pertarungan hukum dan pertarungan politik. “Dia harus menang dulu dalam pertarungan hukum melawan Prabowo di Mahkamah Konstitusi (MK) apabila capres nomor urut 1 itu mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU),” jelasnya.


Di MK nanti, kata Said, bisa saja Keputusan KPU yang menetapkan Jokowi sebagai calon Presiden terpilih dianulir. Dimana MK berwenang untuk mengganti pemenang Pilpres. “Sebagai contoh, dalam PHPU Pemilu kepala daerah, hal yang semacam itu pernah terjadi. Diantaranya pada kasus PHPU Pemilukada Kotawaringin Barat,” papar Said.


“Andaipun di MK nanti Mahkamah menjatuhkan Putusan yang menyatakan menolak permohonan dari kubu Prabowo, maka kemenangan Jokowi dalam pertarungan hukum masih harus berlanjut ke pertarungan berikutnya, yaitu pertarungan politik antar parpol pendukung pasangan capres-cawapres di DPR,” imbuhnya.


Dalam pertarungan tersebut, parpol pendukung Jokowi dipandang harus mampu menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Jokowi. Di masa itu Jokowi akan diambil sumpah sebagai Presiden, sekaligus mengubah status dirinya dari seorang calon Presiden terpilih menjadi Presiden terpilih.


“Nah, pertarungan politik ini adalah pertarungan yang paling berat menurut saya. Dengan komposisi kursi DPR yang lebih didominasi oleh partai-partai pendukung Prabowo, yaitu sebanyak 353 kursi, maka menjadi tidak mudah bagi parpol pendukung Jokowi yang hanya memiliki 207 kursi menggelar sidang paripurna MPR untuk melantik Jokowi. Sebab pelantikan Presiden harus dilakukan oleh MPR,” tukasnya.


Jika parpol koalisi Prabowo sampai menolak menggelar sidang paripurna sehingga MPR tidak bisa bersidang, menurut Said, maka PDI-P, PKB, NasDem, dan Hanura harus berjuang dengan cara yang lain, yaitu dengan menggelar sidang paripurna DPR untuk melantik Jokowi. Hal Itu dilihat sebagai mekanisme pelantikan atau pengangkatan sumpah Presiden terpilih apabila MPR tidak dapat bersidang.


“Nah, masalahnya adalah, kalau DPR ternyata juga tidak dapat bersidang karena parpol koalisi Prabowo tetap menolak, maka peluang terakhir untuk melantik Jokowi sebagai Presiden adalah dengan menghadirkan pimpinan MPR. Itu mekanisme pelantikan dalam kondisi terburuk menurut Pasal 162 ayat (3) UU Pilpres,” kata Said.


Jika MPR tidak dapat menggelar sidang paripurna untuk melantik Presiden dan wakil Presiden terpilih, Said menilai, alternatifnya adalah dengan menggelar sidang paripurna DPR. Namun, jika DPR juga tidak bisa menggelar sidang paripurna, maka pelantikan dilakukan dihadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.


“Nah, kalau pimpinan MPR nantinya didominasi oleh partai koalisi pendukung Prabowo yang lagi-lagi menolak untuk melantik Jokowi, maka disinilah saya kira akan muncul malapetaka politik. Sungguh saya tidak bisa membayangkan jika kondisi itu benar-benar terjadi,” pungkas Said.@yuanto


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment