LENSAINDONESIA.COM: Naniel, musisi legendaris Surabaya yang namanya pernah identik dengan musik rakyat Leo Kristie dan kelompok SWAMI –bersama Iwan Fals, Sawung Jabo, Jocky S, Nanoe dan Innisisri– di usianya memasuki “ever green” seolah semakin tergelitik dan gelisah untuk terus berkarya.
Kali ini, Naniel K Yakin –lengkapnya– seperti tertantang semangat model berkeseniannya seniman monolog tradisional Surabaya mendiang Markeso. Meski sendiri, dalam situasi dan kondisi apa pun, Markeso ada, kesenian ala Markeso tak pernah mati. Disebutlah genre “ludruk garingan”.
Baca juga: HUT Trans Media: Iwan Fals, Noah, Ungu, d'Masiv, JKT48, Trio Macan dan Ini penampilan band terbaru Yukie PasBand, Wouw!
Begitu pun Naniel pembesut lagu “Bento” bersama Iwan fals ini. Saat bertemu dan ngakak bareng komedian berkarakter “Suroboyoan”, blak-blakan, “kasar”, dan dikenal suka memisuhi publik “goblok”, “jancuk”, “raimu”, Naniel lantas tergerak berkolaborasi. Komedian ini populer dengan panggilan Cak Priyo. Lengkapnya Priyo Aljabar.
“Entah jadinya apa, pokoknya ngalir aja. Persetan orang bilang, Naniel setelah dengan Iwan Fals, Jabo di SWAMI, dan dengan almarhum Mas Willy (WS Rendra), Setiawan djody di Kantata Taqwa, sekarang anjlok kolaborasi sama Cak Priyo,” kata Naniel, ngakak.
Bagi warga Jawa Timur, komedian Cak Priyo tidak asing, memang. Dia pernah populer sebagai host “Cangkrukan”, sebuah program talks show yang jadi ikon di stasiun teve lokal Jawa Timur. Bahkan lewat program dengan bahasa khas “Suroboyoan” itu, nama Cak Priyo dikenal mulai tukang becak sampai pejabat di Jawa Timur, dan masyarakat Jawa di wilayah Indonesia Timur.
Maklum, gaya komunikasi “Suroboyoan” Cak Priyo di media teve publik dianggap seperti mengembalikan dan melestarikan idiom-idom maupun model dialek khas jati diri “Arek Suroboyo” yang sempat ditinggalkan anak-anak muda lantaran latah berbahasa Indonesia ala megapolitan Jakarta.
Belakangan, Cak Prio setelah digusur tak lagi jadi “host”, ternyata masih suka “ngablak” dari warung ke warung mirip gaya monolog Markeso. Akhirnya, bertemulah dengan Naniel di warung kopi lorong DKS (Dewan Kosenian Surabaya), Jalan Pemuda, Surabaya.
“Pokoknya, kita kentrungan. Priyo bicara apa saja, aku yang ngiringi musik,” kata Naniel. Rupanya, Naniel terinspirasi
fase-fase awal saat aktif berkesenian sebagai anggota Teater Bengkel Muda Surabaya (BMS) akhir tahun 70-an dan awal tahun 80-an. Saat itu, Naniel jadi aranger musik kesenian kentrung ala Teater BMS dengan sutradara Akhudiat.
“Ya, pokoknya panggung kebebasan lah. Nabrak pakem-pakem. Ngomong opo ae (apa saja). Wong orang-orang sekarang, termasuk politisi banyak yang ngawur,” sahut Priyo, ngakak.
Karena berbicara apa saja tentang persoalan-persoalan di tanah air dengan gaya khas kentrungan, Naniel mengiyakan diberi nama Kentrung “Tanah Air”. Formasi dan komposisi bermusiknya juga fleksibel. Bisa berkolaborasi dengan instrumen musik apa saja.
“Sampai yang paling sederhana, Naniel niup suling, aku ngomong a sak kenek’e (sekenanya),” tambah Priyo. Didapuk sebagai dalang kentrung, Priyo akan bebas menggunakan media sebagai personifikasi tokoh-tokoh yang diangkat dalam topik pertunjukan kentrungnya.
Nah, Naniel dan Cak Priyo sepakat menjadikan perayaan Ulangtahun LENSAINDONESIA.COM sebagai ruang apresiasi perdana. Pesta Ultah ke 4 portal berita yang biasa dirayakan tiap 3 Februari ini, diselenggarakan di Kantor Redaksi LENSAINDONESIA.COM Jalan Sidosermo PDK V/19 Surabaya, Senin nanti (3/2/14).
“Wartawan-wartawan di semua pos liputan di Surabaya, diundang. Juga wartawan-wartawan senior di PWI Jawa Timur. Insyah’Allah Wagub Jatim Gus Ipul janji datang, jika tidak berhalangan. Soalnya, Gubernur Jatim Pakde Karwo waktu kita undang, juga janji mewakilkan ke Wagub karena beliau ada acara dengan Menteri,” kata Ketua Panitia Moh. Ridwan, yang dibenarkan Direktur SDM LENSAINDONESIA.COM Sukma Sonata. @dir