LENSAINDONESIA.COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicaranya, Johan Budi meminta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk dapat menjelaskan kepada penyidik KPK alasan harus memeriksa Sekjen Partai Demokrat (PD) Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas terkait kasus pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang, Bogor.
Jika didukung bukti, kata Johan, tentu penyidik akan menindaklanjuti pengakuan Anas terkait dugaan keterlibatan Ibas. Namun, Johan sendiri mengaku belum mengetahui apakah Anas sudah menyampaikan ke penyidik atau belum. Kendati begitu, diakui
Johan, setiap ahir pemeriksaan penyidik KPK memberikan kesempatan kepada Anas atau tersangka lain untuk menyampaikan yang diketahui dalam kasus tersebut.
Baca juga: PT Pertamina jadi tumbal kenaikan harga LPG dan SBY jangan korbankan lagi Pertamina untuk pencitraan
Sebelumnya, usai Anas menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di kantor KPK pada 29 Januari lalu, Anas menilai layak KPK memeriksa Ibas. Hal itu tepat kata Anas, sebab saat Kongres II PD pada 21-23 Mei 2010 di Padalarang, Bandung, Jawa Barat, Ibas merupakan Ketua Steering Committee (SC), sehingga menjadi layak jika ia diperiksa oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
Keterangan Ibas menurut Anas memang sangat dibutuhkan bila KPK menduga adanya uang Hambalang mengalir ke Kongres II PD tahun 2010 di Bandung. Menurut mantan Ketua PB HMI itu ada beberapa alasan KPK layak memeriksa Ibas. Pertama, kata Anas, mengenai posisi Ibas dalam kongres tersebut
sebagai Ketua SC. Kedua, merupakan tim sukses salah satu kandidat calon ketua umum Andi Mallarangeng saat itu. Sementara KPK telah meminta keterangan tim sukses yang lain, sementara Ibas belum. Begitu juga keterangan dari panitia kongres, sedangkan Ibas juga belum.
Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK) menilai, seseorang terlibat atau tidak terlibat pidana, itu jelas kewenangan KPK. Akan tetapi jika dipertanyakan ke tengah masyarakat, terlibat atau tidak terlibatnya Ibas, publik jelas meminta KPK untuk memeriksanya. Dan, permintaan publik adalah permintaan yang wajar dan adil, agar KPK tidak tebang pilih.
Demikian disampaikam oleh Komandan GNM, Binsar Effendi Hutabarat dalam keterangan kepada persnya, Jakarta, Jumat (31/1/2014).
“Jika penyidik KPK hendak mendapatkan informasi tentang peran Ketua SC, maka hal itu bisa didapatkan dengan meminta keterangan dari Ibas, bukan kepada orang lain. Sebaliknya bukan orang lain yang harus dapat menjelaskan kepada penyidik alasan kenapa Ibas harus diperiksa KPK, dimaksud ketika masyarakat menghendakinya” ujar Binsar Effendi.
Sementara adanya faktor ‘yang lain-lain’ sehingga Ibas layak diperiksa, sangat tergantung pada penyidik KPK. Namun, lanjtnya, publik mengharapkan pihak KPK tidak memberikan perlakuan khusus kepada saksi atau tidak boleh ada special threatment yang hendak diperiksa, termasuk Ibas yang notabene-nya adalah putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Publik sesungguhnya sangatlah berharap KPK memberikan informasi yang terbuka. Dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 sudah jelas disebutkan bahwa segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” terang Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966.
Bagaimana pun, masyarakat yang mendesak agar KPK memeriksa Ibas, menurut Binsar Effendi, dibalik itu sebenarnya ada tujuan agar tudingan bahwa Ibas terlibat atau tidaknya dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang menjadi jelas. Jika harus berpegang cara KPK, siapa pun yang pernah disebut di dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dianggap terlibat.
“Oleh sebab itu, harusnya KPK memanggil Ibas. Paling tidak untuk menjernihkan masalah, tidak salahnya KPK panggil Ibas” kata Binsar Effendi yang juga Komandan Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM), merasa prihatin atas lembaga anti rasuah yang bersifat superbody ini malah terkesan ada sesuatu yang disembunyikan.
LSM Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK) menurut Binsar Effendi sangat berharap, setelah pemeriksaan Ibas, KPK harus menyampaikan kepada publik ada atau tidaknya keterlibatan Ibas dalam dugaan kasus korupsi proyek Hambalang. Langkah itu dilakukan agar tidak terus beredar rumor terhadap putra Presiden SBY itu.
“Dan kalau Ibas nantinya memang tidak bersalah, harus dengan tegas KPK katakan tidak ada bukti apa pun terhadap Ibas. Jadi, selesai. Sebab kalau tidak di-clear-kan, terus saja menjadi rumor, dan gosip berkembang terus,” katanya.
Nama Ibas pernah disebut oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, ketika diperiksa terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Hambalang yang melibatkan Anas. Yulianis mengaku pernah menyebut nama Ibas saat penyidik mencecar soal penyelenggaraan Kongres II PD 2010. Menurut Yulianis, ada catatan keuangan Grup Permai yang menyebutkan aliran dana US$ 200 ribu ke Ibas. Dana tersebut, kata Yulianis, berkaitan dengan pelaksanaan Kongres II PD 2010. Kepada wartawan, Yulianis menyebut uang US$ 200 ribu itu berasal dari proyek Grup Permai yang bermasalah.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, pihaknya belum memanggil Ibas untuk diperiksa dalam kasus Hambalang karena belum menemukan cukup bukti mengenai keterlibatan Ibas. Ibas sendiri sudah membantah terlibat korupsi Hambalang. Presiden SBY melalui tim kuasa hukum keluarganya, Palmer Situmorang, bahkan sampai melayangkan somasi kepada politisi PKS Fahri Hamzah lantaran mendesak Ibas diperiksa. Tapi dari sudut lain, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melayangkan somasi kepada KPK karena belum juga memeriksa Ibas dalam kasus dugaan korupsi Hambalang. Kemudian, jika dalam waktu 30 hari atau hingga akhir Februari 2014 Ibas belum juga diperiksa, MAKI akan menggugat
praperadilan KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pemeriksaan Ibas, lanjut Boyamin, bertujuan agar kasus ini menjadi terang-benderang dan menunjukkan adanya persamaan di mata hukum. KPK diharapkan tidak tebang pilih, karena Ibas merupakan anak Presiden SBY yang juga Ketua Umum PD itu. MAKI menduga, ada aliran dana BUMN ke kongres tersebut. Aliran dana itu diduga mengalir untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum. Untuk mendalami dugaan itu, KPK pernah memanggil sejumlah kader Demokrat untuk diperiksa sebagai saksi, di antaranya Sutan Bhatoegana, Ruhut Sitompul, Saan Mustopa, Ramadhan Pohan, dan Marzuki Alie.
Tapi dari GALAK, kata Binsar Effendi, hanya mencermati peran Yulianis yang oleh Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Penanggung Jawab Bidang Bantuan Kompensasi dan Restitusi Lili Pintauli Siregar pada 16 Desember 2013 dinyatakan bahwa Yulianis masih dilindungi LPSK. Dia dianggap sebagai saksi penting, sehingga mendapat perlindungan dari LPSK dan KPK. LPSK untuk tugas pemenuhan hak proseduralnya termasuk psikologisnya, dan KPK terkait perlindungan fisik Yulianis. Dia pada konteks LPSK berstatus sebagai whistlebloweryang bisa diterjemahkan sebagai saksi pelapor,dimaksudkan jika seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja, dan dia memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut.
Dalam Pasal 30 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengenai pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan
perlindungan Saksi dan Korban antara lain memuat kesediaan Saksi dan atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan. Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis pernah mengatakan dengan menyebut nama Ibas ketika diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi proyek Hambalang pada 2010 silam. Hal itu dia tegaskan pula saat mengirimkan surat keberatan pada Ketua KPK Abraham Samad, pada 18 Desember 2013. Karena Yulianis ditanya penyidik KPK perihal Kongres PD, maka dia jelaskan ada aliran dana untuk Ibas. Menurutnya, pernyataan itu dia sampaikan sesuai dengan catatan pengeluaran perusahaannya. Dalam catatan keuangan Grup Permai ada pengeluaran US$ 200 ribu untuk Ibas dan dana tersebut berkaitan dengan pelaksanaan Kongres II PD 2010 di Bandung.
Mantan anak buah M.Nazaruddin itu juga merasa keberatan pada pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang menyebutkan Yulianis memberikan keterangan berbeda saat diperiksa penyidik dan saat menjadi saksi di persidangan. Dia hanya minta Abraham Samad saat menyambangi kantor KPK untuk menarik ucapannya, jika dirinya dikatakan orang aneh. Menurut Yulianis, pernyataan Abraham Samad itu sangat mengecewakan. Apalagi, dirinya selama tiga tahun sudah bersikap sangat kooperatif kepada KPK dan memberi kesaksian selama tiga tahun.
“Tentu dari sikap dan keterangan Yulianis yang dilindungi LPSK ini, pemeriksaan Ibas oleh KPK, sekali lagi menjadi layak. Dan, publik sudah barang menantikan keberanian KPK. Ingat, bahwa korupsi adalah musuh bersama (common enemy) bangsa Indonesia. Maka tindakan pemberantasnya oleh KPK yang diberi mandat rakyat, jangan kemudian menjadi bertentangan dengan amanat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Ibas dan Presiden SBY sekalipun, punya kedudukan yang sama di dalam hukum dengan warga negara lainnya. Sebab itu, sebaiknya KPK memanggil Ibas untuk diminta keterangan terkait dugaan kasus korupsi proyek Hambalang. Ini, untuk memenuhi rasa keadilan publik”, pungkas Binsar Effendi.
0 comments:
Post a Comment