LENSAINDONESIA.COM: Politisi Demokrat Khatibul Umam Wiranu yang Wakil Ketua Komisi II DPR RI, membantah keras jika Pansus (Panitia khusus) dibentuk untuk skenario mendelegitimasi hasil Pilpres 2014 yang memenangkan Jokowi-JK. Dia beralasan, hanya supaya penyelenggaraan Pemilu berjalan fairness.
“Kita tidak punya impian untuk delegitimasi hasil Pilpres, tapi ingin menjunjung tinggi penyelangaraan Pemilu yang tidak fairness. Ini patut dipertanggungjawabkan kepada publik, tidak sekedar rekapitulasi terkesan tergesa-gesa,” kata Khatibul Umam Winaru saat buka bersama dengan Fraksi Demokrat DPR, di Jakarta, Rabu sore (23/07/14)
Baca juga: Buruh Indonesia harus bersatu kawal Presiden Jokowi terpilih dan Kabinet "Revolusi Mental" Presiden Jokowi diumumkan Oktober
Menurut Politisi dari Fraksi Partai Demokrat di Senayan ini, tidak hanya penyelenggaraan Pemilu, dia juga melihat KPU kerap membuat aturan turunan dari UU Pilpres yang malah menyalahi UU. Salah satunya, terkait dengan putusan Pilpres yang dirubah oleh KPU lewat PKPU (Peraturan KPU).
“Rekapitulasi itu satu bulan pasca Pemilu, tapi PKPU tanggal 22, sehingga hal yang wajar jika ada Capres yang menyatakan rekapitulasi harus ditunda. Bahwa aturan KPU menetapkan harus 22 Juli aturan itu sangat bertentangan dengan UU, ada beberapa PKPU memang secara UU perlu kita nyatakan salah atau keliru,” tandasnya.
Selain itu, kata dia, Komisi II DPR juga ikut mengawasi penyelenggaraan Pilpres dan banyak ditemukan kejanggalan. Karena itu, Pansus dinilai harus dibentuk.
“Kita anggota Komisi II mengawasi beberapa laporan sekaligus melakukan kunjungan ke beberapa kota terkait pilpres, memang ditemukan sejumlah kecurangan, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, sebagaian ditindak tapi sebagian besar tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu dan KPU,” jelas Wakil Ketua Komisi II yang Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, dan Aparatur Negara ini.
Dia mencontohkan, misalnya di DKI Jakarta pihaknya menemukan 315 ribu pemilih yang tidak memiliki A5 tapi kenyataannya bisa ikut memilih. Ironisnya, kecurangan ini sudah disampaikan ke Bawaslu dan KPU, namun hanya 15 TPS yang dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Kemudian di Madura, Pantura Jawa Timur, sekedar contoh saja, Pansus adalah hak konstitusional anggota parlemen. Dan hal yang harus dilakukan apabila memang anggota parlemen menemukan hal-hal yang secara faktual ada pelanggaran di dalam Pilpres, Karena itu buat saya, sangat mendukung Pansus pelanggaran Pilpres dibentuk atas dasar sejumlah kecurangan,” pungkasnya @endang
0 comments:
Post a Comment