LENSAINDONESIA.COM: Perebutan pengaruh dan kekuasaan di wilayah Ukraina antara Amerika Serikat dengan Rusia diwarnai aksi unik dari para perempuan Ukraina.
Sebagai bentuk protes atas langkah Rusia menerima penggabungan wilayah Crimea, para perempuan Ukraina mengeluarkan ancaman boikot seks dengan pria Rusia.
Baca juga: Amerika Serikat depak Rusia dari kelompok G-8 dan Sanksi ekonomi tak mempan, Amerika Serikat siapkan militer lawan Rusia
“Jangan berikan itu kepada orang Rusia” adalah nama resmi bentuk protes tersebut dan dimulai di jejaring sosial Facebook tak lama setelah Rusia secara resmi memasukkan Crimea ke dalam peta negaranya.
“Kalian harus melawan musuh-musuh negara dengan segala cara yang kita bisa,” tulis pencetus bentuk protes tersebut di laman resminya.
Bagi mereka, protes tersebut memiliki makna jauh lebih dalam dibanding sekadar berhenti melakukan seks lintas negara. “Kami mencoba menjadi provokatif karena hal itu biasanya menarik perhatian,” kata salah satu pendukung aksi protes, Irena Karpa yang merupakan seorang penulis, blogger, sekaligus musisi.
“Makna yang lebih dalam adalah jangan memberikan harga diri, kebebasan, dan ibu pertiwi Anda dengan murah. Kampanye ini lebih ditujukan untuk Putin dan kebijakan-kebijakannya. Ini juga bukan tindakan rasial,” kata Irena.
Kampanye protes Rusia itu diinisiasi oleh sekelompok tokoh perempuan Ukraina, termasuk di dalamnya sejumlah pemilik perusahaan, jurnalis, dan penulis.
Karpa mengatakan, frasa “jangan berikan itu kepada orang Rusia” adalah versi modern dari sebaris puisi gubahan Taras Shevchenko berjudul ‘Fall in love, O dark-browed maidens, but not with the Moskaly’.
“Kami tergerak oleh situasi terkini, yaitu aneksasi Crimea dan ambisi Putin untuk memperluas wilayah negaranya di perbatasan timur negara kami,” kata Irena.
Laman Facebook kampanye itu telah menarik 2.300 like dan telah menjadi topik utama sejumlah media di Rusia. Beberapa warga Rusia menertawakan rencana tersebut, sedangkan sebagian lainnya tersinggung.
“Seharusnya kalian melakukan hal ini kepada orang Rusia yang mendukung Putin, bukan semua laki-laki Rusia. Apa salah kami sehingga harus menerima akibat ini?” tulis Anton Grigoriev dalam laman Facebook kampanye itu.
Perempuan Ukraina bukan yang pertama melakukan protes dalam bentuk itu. Perempuan dari Liberia, Kenya, Togo, Kolombia, dan sejumlah negara lain pernah menjalankan hal yang sama untuk menghentikan perang.
Bahkan Yunani kuno diduga pernah melakukan hal itu. Dalam dialog ‘Lysistrata’ karya Aristophanes, para perempuan menolak melakukan hubungan seksual dengan suaminya sampai mereka mengakhiri perang Peloponnesian.@licom/kc
0 comments:
Post a Comment