LENSAINDONESIA.COM: Sampah di Jakarta, problemnya belakangan bergerak pelan tapi pasti, memunculkan persoalan seiring kondisi sampah yang tercecer dimana-mana. Bau menyengat sampah pun seperti meneror warga. Sampah berserakan, menumpuk di sana sini, kali ini, seperti ada pembiaran.
Pasti, akan lebih mencemaskan ketimbang musibah banjir Jakarta sejak awal Januari lalu.
Baca juga: Andi /Rif suksek manggung Urban Crossover 2014 dan Panglima TNI "gayeng" Bilateral Talk dengan pejabat negara sahabat
Pantauan LICOM di Jakarta Selatan, contohnya, di tempat-tempat tertentu sampah terlihat menumpuk, semrawut, tidak segera diangkut petugas dinas kebersihan. Bukan cuma membuat masyarakat yang lalu lalang tidak nyaman, tapi mereka yang tinggal sekitar lokasi sampah, tersiksa.
“Saya sampai tidak bernafsu makan, kalau ngerasain bau sampah yang numpuk berhari-hari,” kata Bu Ija (50) di Pasar Rumput, Jakarta Selatan.
Mencenungkan. Jakarta yang didengang-dengungkan harus bersih, indah dan asri, nyatanya malah sebaliknya di tengah bertabur janji para Caleg, Parpol dan Capres 2014.
Akibatnya, saling tuding tidak bisa dihindari. Warga di sekitar lokasi sampah yang semrawut, menuding petugas Dinas Kebersihan tidak disiplin mengangkut sampah. Sebaliknya, pihak petugas kebersihan maupun instansi pemerintahan meneriaki warga masih seenaknya membuang sampah tidak pada tempatnya.
Di pinggiran Jalan Raya Lenteng Agung Jakarta Selatan, contohnya, sampah terlihat juga menggunung sejak Senin (24/3/14). Belum lagi di tempat-tempat lain. Warga pun sampai-sampai menduga sepertinya ada kesengajaan dibiarkan tak terangkut. “Tidak biasanya sampah gak cepat diangkut seperti ini,” kata Bang Ucup (52).
Situasi sampah semakin hari bertambah meneror masyarakat. Apa ini ada kaitan dengan upah ribuan para tukang sampah di Jakarta yang sempat molor tiga bulan, belum jelas. Pastinya, persoalan pun bertambah campur aduk dan sumpek persis kondisi sampah yang berserakan. Apalagi jumlah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di Jakarta Selatan juga dikeluhkan sangat minim.
Catatan dari Dinas Kebersihan Jakarta Selatan menyebut sehari jumlah sampah yang dihasilkan warga daerah ini, mencapai 1.160 ton. Sampah-sampah ini menyebar di 65 kelurahan.
Ihwal sampah seolah tambah semrawut ini, menyusul banjir berlarut-larut melanda Jakarta sejak awal Januari lalu.
Pengamat dari Pusat Pengkajian Persampahan Indonesia (PPPI) Sodiq Suhardianto, menilai, ada banyak masalah pengolahan sampah di Jakarta. Di antaranya masalah armada pengangkutan sampah, dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi yang antrean belum berfungsi secara ideal.
”Kalau problem sampah di Jakarta tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin Jakarta kembali jadi lautan sampah. Pemprov DKI Jakarta harus menjadikan perhatian serius untuk kembali ke master plan pengelolaan sampah yang sudah dibuat Dinas Kebersihan DKI Jakarta,” katanya.
Sodiq benar. Cuma, yang jadi tanda tanya masyarakat, kenapa persoalan sampah diawali upah harian ribuan tukang sampah Dinas Kebersihan Jakarta yang sempat molor tiga bulan belakangan. Apalagi, untuk ini pendulumnya disebut-sebut keterlambatan proses penganggaran APBN, yang nota bene gedok terakhirnya ada di meja wakil rakyat Gedung DPRD Jakarta.
Lebih jadi tanda tanya lagi, kenapa persoalan keruwetan sampah ini justru merebak dan menyengat di saat Gubernur Jokowi digulirkan sebagai “jawara” Capres PDIP 2014? Benarkah ada upaya menjadikan sampah mengotori citra Jokowi?
Seperti diketahui, problem sampah di Jakarta selama ini bak bom waktu. Rentan ribut publik seperti problem banjir, persoalan kemacetan Jakarta, dan masalah pengangguran.
Pengamat sampah Sodiq sendiri berpendapat Pemprov harus segera menyelesaikan. Dia merinci 67 persen pengangkutan sampah Jakarta ditangani pihak swasta. Armadanya 300 unit. “Truk sampah Dinas Kebersihan DKI Jakarta ada sekitar 740 unit, tapi yang beroperasi 400 unit,” katanya.
Akibatnya, Sodiq membeberan fakta olah sampah di Jakarta jadi buruk. Dia pun menuding Dinas Kebersihan DKI Jakarta tidak bisa menjalankan tata kelola persampahan. Karenanya, harus kembali mengacu master plan pengolahan sampah Jakarta. ”Ini master plan pengelolaan sampah di Indonesia satu-satunya yang mengacu Undang-Undang Persampahan Nomor 18 Tahun 2008,” tandasnya.
Lantas, yang tak kalah mengundang cemas dan sinisme warga, di tengah lautan janji para calon wakil rakyat atau Caleg, Parpol, dan para Capres menjelang Pemilu Legislatif 9 April dan Pemilu Presiden 9 Juli 2014, faktanya seperti ada pembiaran ‘menyusahkan’ warga. Membuat warga menderita, terteror sampah menumpuk semrawut di sana-sini.
Bau sampah terus menyengat, anak-anak berangkat sekolah pun –jalan lewat TPS– selalu mengumpat-umpat sambil menutup hidung. “Kalau Yani (SD kelas VI) suka ngeluh ada bau sampah itu setiap mau berangkat sekolah. Tapi adiknya, Maman (SD Kelas V) justru pulang sekolah selalu bawa limbah plastik dari lokasi sampah. Maman emang suka kreatif,” kata Ida (35). @faizal fanani/ agus irawan
Reportase foto: Faizal Fanani
0 comments:
Post a Comment