LENSAINDONESIA.COM: Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka mempertegas Peringatan Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2014, memiliki arti yang penting tidak hanya bagi kaum buruh/pekerja Indonesia. Peringatan kali ini, sesungguhnya menjadi momen besar dan krusial karena Indonesia ada pada dua situasi politik penting.
Pertama, terkait transisi kekuasaan, baik pada legislatif, dan tertutama pada pimpinan nasional. Kedua, Indonesia tahun depan memasuki era pasar bebas ASEAN plus Enam Negara (China, India, Jepang, Korea Selatan, New Zealand, Australia). Tanpa adanya dua kondisi tersebut pun kehidupan kaum buruh/pekerja Indonesia sesungguhnya ada dalam keterpurukan.
Baca juga: Polisi Malaysia gagalkan 18 orang TKW akan dikirim ke negara konflik dan Bohong, kabar Sunarsih TKI asal Madiun di Singapura dianiaya majikan
“Angkatan kerja Indonesia sebanyak 118, 2 juta orang (BPS, November 2013). Sementara yang bisa terserap sebagai pekerja formal sebanyak 46, 6 juta orang (Sakernas dan Jamsostek 2013),” kata politisi PDI Perjuangan ini, mengaku prihatin.
Namun, lanjutnya, dari jumlah pekerja formal tersebut, diyakini belum seluruhnya mendapatkan hak-haknya sebagai buruh/pekerja, termasuk hak-hak normatif yang terdapat dalam aturan ketenagakerjaan yang berlaku. Kasus-kasus seperti PHK sepihak, upah murah di bawah ketentuan, pelanggaran terkait status kerja dan jam kerja, pemberangusan serikat buruh/pekerja, marak terjadi, ironisnya termasuk di perusahaan-perusahaan BUMN,” kata Rieke dalam Pesan tertulisnya, Jakarta, Selasa (29/04/2014).
Selain itu, kata Rieke, Industrialisasi tentu merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Bahkan, Presiden pertama Soekarno mengatakan bahwa Indonesia harus menjadi negara industri. Artinya, perbaikan nasib buruh/pekerja tidak bisa menafikkan kondisi industri, terutama industri nasional.
Selain adanya penguatan terhadap kaum buruh/pekerja, pemerintah wajib memberikan kepastian perlindungan bagi industri dalam negeri (perlu adanya kebijakan yang memerbaiki infrastruktur fisik seperti jalan, angkutan kereta api, dan pelabuhan, memangkas ekonomi biaya tinggi dengan kemudahan perijinan dan jaminan terhadap keamanan, membangun sistem
“Logistik, kebijakan energi yang berpihak pada industri, suku bunga bank, dan insentif pajak bagi para pengusaha yang memberikan kontribusi positif pada industri nasional). Oleh karena itu kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang akan diberlakukan pada tanggal 1 Mei 2014, bukanlah sebuah kebijakan yang tepat. Bahkan, membahayakan industri nasional, yang pada akhirnya akan memberikan dampak domino kenaikan harga kebutuhan pokok yang lagi-lagi akan menyengsarakan rakyat, khususnya kaum buruh/pekerja,” tandas Rieke. @endang
0 comments:
Post a Comment