Saturday, May 3, 2014

Rekapitulasi Jabar kacau, selisih suara 318ribu, rapat leno KPU ribut

Rekapitulasi Jabar kacau, selisih suara 318ribu, rapat leno KPU ribut




LENSAINDONESIA.COM: Menindaklanjuti ditolaknya hasil perhitungan suara Pemilu 2014 oleh KPU RI, akhirnya KPU Jabar terpaksa melakukan Rapat Pleno rekapitulasi perhitungan suara pemilu 2014 untuk pencermatan kembali data pemilih.


Rapat Pleno yang dibuka Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat berlangsung di Kantor KPU Jabar Jalan Garut, Sabtu (3/5/2014). Rapat ini dihadari Bawaslu Jabar dan seluruh perwakilan Partai peserta pemilu. Rapat juga dijaga ketat ratusan aparat Kepolisian Jabar berjalan cukup alot.


Baca juga: Melanggar pemilu, kader PDIP dan Golkar Jabar divonis penjara dan Di Jawa Barat, caleg PAN lolos jadi wakil rakyat tinggal 4 orang


Bahkan ketika Yayat mempersilahkan kepada perwakilan Parpol untuk menyampaikan aspirasi keberatan, hujan interupsi langsung disampaikan perwakilan parpol.


Ketua DPD Hanura Jabar Azhar Aung, mengatakan, Hanura menuntut pihak KPU Jabar untuk melakukan perhitungan ulang dan meminta pihak Bawaslu Jabar untuk segera merekomendasikan perhitungan ulang.


“Panwaslu Kabupaten/kota merupakan tumpuan untuk pengaduan persolan itu hendaknya Panwaslu harus menjalankan tugasnya kecuali sebagai tong sampah,” tegas Azhar.


Sekretaris DPD Gerindra Jabar Radar Tri Baskoro mengatakan, persoalan ditolaknya hasil perhitungan KPU Jabar oleh KPU RI penyebab utamanya adalah ketidaksingkronan antara DPT dengan jumlah kertas suara. Bahkan, sesilihnya cukup besar, yaitu ada sebanyak 318 ribu.


“Terjadinya selisih yang cukup besar ini, menunjukkan adanya unsur permainan. Untuk itu, Gerindra minta dilakukan perhitungan ulang. Dan bila ditemukan ada oknum yang merubah dokumen Negara, harus ditindak lanjuti secara hukum,” tegasnya.


Seluruh perwakilan Parpol tetap menginginkan dilakukan perhitungan ulang dan menginginkan dihadirkan absen agar jelas berapa jumlah angka tambahan pemilih. Namun, Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat tetap kukuh pada peraturan yang ada dan akan meneruskan rapat pleno tersebut.


“Saya kira kita lanjutkan untuk bantahan poin-poin yang tersisa,” tegas Yayat menjawab pertanyaan.


Kendati begitu, pihaknya menekankan bahwa tidak ada alasan menunda rekapitulasi, seperti permintaan yang muncul dalam peleno.


Menurutnya, dalam undang-undang, jika ada keraguan maka yang harus membuka itu kabupaten/kota. Bisa disebut meragukan jika dalam rapat pleno di kabupaten/kota tidak menyertakan panwas, saksi atau unsur lainnya yang berkaitan.


Kemudian kaitannya dengan permintaan penghitungan suara ulang, Yayat mengaku itu tergantung kepada parpol, selama parpol memiliki data otentik.


Jadi kejanggalan yang mereka temukan tidak jelas, apakah di DA (kecamatan), kalau misalnya di KPU suatu partai tercatan 100 suara di suatu kecamatan, dan parpol menghitung ada 120 suara, maka parpol harus bisa meyakinkan datanya itu benar.


Parpol pun harus membuktikannya dengan D1, dan jika terbukti data dari parpol itu benar, KPU bisa mencoret data yang dimiliki KPU.


“Tapi selama ini, bukti pun tidak sampai ke permintaan yang dilontarkan sejumlah parpol yang memilih WO. Hujan intrupsi berlangsung cukup lama, akhirnya satu persatu perwakilan Parpol keluar ruangan / WO. Kekesalan perwakilan Parpol karena KPU merasa berkuasa.


“Itu sebabnya kami memilih melawan dengan dua hal, yakni saluran politik dan saluran hukum. Kalau masih tidak didengar, maka kita akan ke KPU Pusat. Ditanya data pemilih saja tidak bisa menjawab. Kita saja punya, masa KPU tidak punya. Jadi demokrasi seperti apa ini,” tegas Arief.


Sementara itu, Sekretaris DPW PAN Jabar Sukmana mengaku dirinya memilih walk out karena menilai bahwa dalam pleno, KPU tidak bisa membuktikan munculnya angka tambahan. Bahkan, daftar absen pemilih pun tidak ada. “Ini kan menunjukan arogansi KPU Jabar,” pungkas Arief. @husein.


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment