LENSAINDONESIA.COM: Keinginan Tri Rismaharini maju kembali dalam Pilkada Surabaya 2015 tentunya harus memperhitungkan kondisi politik di Surabaya. Meskipun berpeluang paling besar, keinginan Risma untuk kembali memimpin Surabaya bisa saja gagal jika tidak mewaspadai upaya penjegalan dirinya.
Hal ini disampaikan pengamat politik dari Parlemen Watch Jatim, Umar Salahudin yang menyarankan Risma harus punya rencana atau opsi lain seperti maju lewat jalur independen atau koalisi parpol. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan saat injury time tiba-tiba PDI-Perjuangan membatalkan rekomendasi untuknya.
Baca juga: Risma sebut ada setan yang menggodanya jadi cawali lagi dan Tak bisa ikut Pilkada, nasib Golkar dan PPP tergantung Mendagri
“Risma perlu memiliki ketegasan dan pendirian yang kuat karena setiap keputusan pasti ada risikonya. Seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan,” ujarnya Minggu (31/5/2015).
Berdasarkan pengalaman Pilwali Surabaya sebelumnya, calon yang semula dipastikan dapat rekomendasi yakni Saleh Mukadar (Ketua DPC PDI-Perjuangan Surabaya saat itu) dan Bambang D H. Namun menjelang detik-detik akhir, justru yang mendapatkan rekomendasi dari Ketua Umum PDI-Perjuangan, Megawati adalah Tri Rismaharini dan Bambang D H.
Hal itu tentu saja bisa terulang kembali. Apalagi saat ini sudah beredar spanduk yang tersebar di sejumlah titik dengan slogan “we love Surabaya” yang disingkat WS (Wisnu Sakti, Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Surabaya).
Jika PDI-Perjuangan serius mengusung Risma, maka spanduk yang tersebar seharusnya adalah Risma-Wisnu, bukan WS. Selain itu, Megawati juga bisa membaca ketidaksetiaan Risma terhadap partai. Hal ini dikarekanan buruknya komunikasi Risma dengan PDI-Perjuangan Surabaya.
“Jika Risma memang tidak punya ‘chemistry’ dengan PDI Perjuangan, lebih baik cari kendaraan lain yang lebih nyaman dan aman, baik melalui partai maupun independen. Tapi menurut saya tetap pakai kendaraan partai,” tandas Umar. @wan
0 comments:
Post a Comment