LENSAINDONESIA.COM: Budaya penyunatan atau gratifikasi setiap proyek 2015 bersumber anggaan APBD Provinsi, dan APBN diduga masih terjadi masif di Jawa Barat, khususnya kabupaten Garut. Bahkan, lemahnya peran KPK belakangan berakibat “penyunatan” semakin terang-terangan. Diduga kuat penyimpangan ini terjadi di setiap dinas atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forko Pusaka Kabupaten Garut, mengendus penyunatan atau gratififikasi dilakukan terhadap
setiap rekanan, yang hendak mendapatkan pekerjaan. Istilahnya membayar Biaya Umum (BU), yang nilainya 5% dari pagu anggaran yang ditetapkan. Kewajiban membayar BU tersebut terjadi di semua Dinas.
Baca juga: BPK diminta audit investigasi dugaan KONI Jabar korupsi APBD 2014 dan PT Naishoku Indonesia permainkan gaji karyawan, terancam ditutup
“Jika tidak membayar BU, pihak rekanan tidak akan mendapatkan pekerjaan,” ujar Ketua LSM Forko Pusaka Garut, Roni Faisal
Adam, Kamis (27/5/2015).
Menurutnya, sebenarnya dalam setiap pekerjaan tidak mesti membayarkan Biaya Umum (BU), namun yang wajib dibayarkan
adalah pengenaan biaya pajak, yang diatur dalam undang-undang. Pendapatan pajak tersebut sudah pasti masuk Kas Negara. Sedangkan untuk Biaya Umum, belum tentu masuk pada kas Daerah.
“Dana hasil pungutan BU masuk kemana, soalnya tidak aturan hukum yang mengatur terkait pembayaran BU,” tanya Roni.
Jika di Kabupaten Garut, dari satu SKPD ada kegiatan pengerjaan yang besaran anggaran mencapai Rp 1 miliar, maka pihak
ketiga atau rekanan mesti membayar BU sebesar Rp50 Juta. Anggaran yang ada untuk sejumlah kegiatan keseluruhannya mencapai miliaran rupiah.
“Kita hitung saja jika dalam satu tahun anggaran total kegiatan seluruhnya mencapai Rp 500 miliar. Hitung saja sudah berapa dana yang tidak masuk ke dalam kas daerah. Sudah Rp 2,5 miliar,” katanya.
Diakui Adam, pihaknya mengendus adanya praktik pemungutan Biaya Umum, konon informasi yang beredar dana tersebut
dikeluhkan para rekanan. “Menurut informasi, dana BU tersebut dialirkan kepada petinggi teras Pemda Garut,” akunya.
Dirinya berharap kalau praktik ini segera dihentikan. Soalnya jika terus berjalan, tidak menutup kemungkinan pengerjaan yang dilakukan pihak ketiga tidak akan memiliki kualitas yang baik. Dikarenakan dana yang diperuntukannya sudah mendapatkan potongan.
Berdasarkan hasil investigasi, dari setiap SKPD ternyata selain membayar Biaya Umum 5%, rekanan juga kerap mengeluarkan
biaya untuk penebusan Surat Perintah Kerja (SPK).
Sementara itu, salah satu rekanan yang enggan disebutkan identitasnya, mengungkapkan, Biaya Umum (BU), sebenarnya sudah
disiapkan untuk setiap kegiatan pengerjaan, baik insfratruktur maupun pengadaan barang. BU tersebut dipergunakan untuk
pembelian Alat Tulis Kantor (ATK), biaya persiapan kegiatan, honorarium staf dan panitia lelang, perjalanan dinas, serta rapat-rapat dan proses pelelangan.
Namun yang kerap terjadi di Kabupaten Garut, BU tersebut juga sering diminta dari pihak rekanan. Semua biaya umum tersebut sudah disiapkan pemerintah untuk setiap kegiatan. Nah, kebiasan ini juga pihak Dinas kerap meminta juga pada rekanan.
“Uang BU yang disiapkan diambil, dari rekanan juga diminta,” ungkap Adam. Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas belum ada yang mau dikonfirmasi. Setiap staf SKPD ditemui LICOM, selalu berdalih pimpinan sedang tidak ada di tempat. @taufiq_akbar
0 comments:
Post a Comment