LENSAINDONESIA.COM: Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri akhirnya buka suara terkait kegalauannya mencermati kekayaan alam NKRI yang terus menerus dikeruk asing, tapi diamini pejabat Indonesia. Mega mengungkapkan kegeramannya ini saat memberi kuliah umum di Lemhanas, Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Mega mengaku kesal mencermati adanya pejabat yang tidak peduli nasib jutaan rakyat miskin Indonesia, tapi malah senang
mengamini perpanjangan kontrak karya perusahaan asing untuk memboyong kekayaan Indonesia.
Baca juga: Presiden Jokowi resmikan Gedung "Menara Kembar" tertinggi di Indonesia dan Paloh perintahkan Nasdem di Senayan awasi anggota DPR yang korupsi
Dia membeberkan cerita ayahnya, Presiden RI pertama Soekarno saat didatangi miliarder Aristotle Onassis tahun 1964, yang saat itu ingin menyewa Papua Barat dikemas investasi pertambangan. Mega menyebut istilah menyewa identik bentuk pengerukan asing terhadap kekayaan NKRI.
“Ayah saya pernah bertemu dengan Onasiss, hanya untuk menyewa yang namanya Papua Barat. Kalau saya langsung berpikir menyewa Papua Barat, artinya, ya akan mengambil kekayaan kita,” kata Mega di depan peserta kuliah umum di Lemhannas, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2015).
Alasan Mega menyebut asing mengambil dan mengeruk kekayaan Nusantara, “Karena di sana sumber-sumber yang belum bisa dilihat tapi sudah diketahui. Bayangkan kalau Onassis mau menyewa,” kata Mega.
Mega menegaskan Bung Karno –sebutan populer Soekarno– menolak tawaran Onasiss. Dia membandingkan penolakan keras
Bung Karno ketika itu dengan kondisi pejabat saat ini. Mega heran kenapa sikap pejabat begitu senang dan menganggap sebuah keberhasilan karena sukses memenuhi keinginan perusahaan asing memperpanjang kontrak, yang sejatinya hanya untuk mengeruk kekayaan Nusantara, untuk dibawa pulang ke negaranya.
“Saya bingung, ndak tahu ya, saya kok kesal ya,” kata Mega dengan gaya bicaranya yang khas. Mega mengaku tandatanya besar, apa fakta ini lantaran orang Indonesia tidak mampu mengolah kekayaan Tanah Air
”Tidak ada, apa? Kita punya banyak orang pintar untuk mampu menggali untuk kebutuhan rakyat banyak,” kata Mega.
Lantas, Mega membandingkan dengan Timur Tengah saat proses demokratisasi berjalan di sejumlah negara Arab. Arab Saudi,
misalnya, menurut Mega, meski dianggap diktator dan otoriter, toh mampu menguasai kekayaan negerinya untuk bangsa sendiri. Malahan, rakyatnya kini makmur.
“Kalau ada kata-kata bagus, Arab Springs, sepertinya di pemerintahan di arab itu otoriter dan diktator. Untuk bisa terjadi demokratisasi di sana itu dibuat apa yang terjadi di Irak dan Libya,” kata Mega.
“Di balik proses itu, (semua) kehendak untuk menguasai sumber daya minyak. Sebab itu, kenapa harga minyak sekarang (melonjak) ? Karena Arab Saudi tak mau menurut Amerika. Dia (Irak Libya) terus saja memproduksi minyaknya. Jadi perlu dibuat telaah sangat tajam mengenai masalah Timur Tengah ini,” tambah Mega. @licom_09
0 comments:
Post a Comment