LENSAINDONESIA.COM: Konflik persoalan tanah, khususnya terkait pemanfaatan hutan di Indonesia masih selalu terjadi. Saling tuding menyerobot, adu argumentasi hukum atas hak kepemilikan lahan, bermunculan. Jika dibiarkan di era pemerintahan Jokowi-JK tetap rentan timbul konflik horisontal berkepanjangan.
Alasan itu, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) bersama dengan Kementerian
Kehutanan menyempurnakan pelaksanaan kebijakan mekanisme PPH (Pengakuan dan Pembuktian Hak) Pihak Ketiga atas pemanfaatan lahan itu diakui, sebagai langkah not business as usual untuk mempercepat proses penetapan kawasan hutan secara
definitif dalam waktu lima tahun.
Baca juga: Unit Kerja Presiden tata mekanisme PPH hutan dianggap positip dan Semarang akan bangun hutan ekowisata malam
Tidak tersurat kenapa hal itu baru dilakukan pada bulan-bulan akhir menjelang masa transisi pemerintahan SBY Oktober nanti. Pastinya, diharapkan era pemerintahan Jokowi-JK mulai Oktober mendatang, kasus-kasus perselisihan pemanfaatan hutan antara penduduk, pemerintah baik daeerah maupun pusat dan swasta, dan tidak terus bermunculan.
Praktis, juga tidak rentan diacak-acak adanya kebijakan baru yang dilahirkan pejabat politik di kementerian yang berlatar belakang dari partai politik tertentu.
Penataan mekanisme PPH ini didasarkan hasil peta kawasan hutan yang mempunyai skala operasional 1 berbanding 50.000, dan memiliki kekuatan hukum yang dapat diterima semua pihak.
Hal seperti itu memang tidak disinggung Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan, Muhammad Said saat hadir di acara peluncuran mekanisme itu di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu lalu (27/8/14).
Dia hanya mengatakan, mekanisme PPH merupakan proses melakukan inventarisasi, verifikasi dan pengakuan hal masyarakat hukum adat dan hak pihak ketiga, serta
pembuktiannya dalam proses pengukuhan kawasan hutan.
Mekanisme PPH ini, menurutnya, justru menjadi bentuk konkrit kelanjutan dari rencana aksi nota kesepakatan bersama 12 kementerian dan lembaga tentang percepatan pengukuhan kawasan hutan.
“Program pengukuhan kawasan hutan dilakukan untuk memberi kepastian hukum atas kawasan hutan, sekaligus memberikan kepastian hak atas tanah bagi masyarakat yang berada di
dalam atau di sekitar kawasan hutan,” ungkap Said.
Dalam proses pengukuhan kawasan hukum, kata Said, pada prinsipnya semua hak-hak pihak ketiga yang sah dan berada dalam hutan harus dihormati dan statusnya tidak boleh menjadi bagian dari kawasan hutan. Pembuktian keabsahan hak-hak ketiga dalam rangka pengakuan haknya harus dilakukan harus dilakukan oleh instansi yang berwenang dengan kelibatkan para pihak yang berkompeten di bidang pertanahan.
“Masyarakat adat biasanya menentukan batas wilayah berdasarkan patok kayu, padahal itu memerlukan pembuktian melalui pemetaan dan diskusi pembuktian itu serta disahkan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,” ungkap Said. @rudi_purwoko
0 comments:
Post a Comment