Sunday, October 26, 2014

Gappri nilai kenaikan tarif cukai rokok 8,72 % tak realistis

Gappri nilai kenaikan tarif cukai rokok 8,72 % tak realistis




LENSAINDONESIA.COM: Rencana pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 8,72 persen pada tahun 2015 mendatang, dinilai tak realistis.


Menurut Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran, angka kenaikan itu tidak sesuai situasi pasar dan berpotensi menambah jumlah pengangguran.


Baca juga: Karyawan pabrik rokok PT Gudang Garam dipaksa pensiun dini dan Pemkot dan DPRD Kota Kediri bungkam soal PHK massal Gudang Garam


Terlebih saat ini, lanjut dia, sejumlah pabrik rokok besar telah banyak melakukan PHK lebih dari 10 ribu tenaga kerja. Apalagi jika tahun depan kenaikan tersebut jadi dilakukann, maka dapat dipastikan bakal menambah jumlah angka PHK dan berimbas pada pengangguran yang semakin banyak.


Karena itu, pihaknya meminta pemerintah meninjau ulang kenaikan cukai rokok tersebut. Ismanu juga mengaku telah mengajukan usulan kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.


“Kami terkejut dengan kenaikan sebesar 8,72 persen itu. Apalagi perundingan kenaikan cukai itu baru dua kali dan itupun belum tuntas,” ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (26/10/2014).


Ismanu menjelaskan, jika target pendapatan negara pada 2015 dari cukai rokok sebesar Rp 120,5 triliun atau naik 8 persen dari tahun ini, maka pihaknya menilai, kenaikan cukai rokok pada tahun depan cukup di angka 5 persen.


Secara rata-rata kenaikan itu memang masih di bawah 10 persen. Namun, lanjut dia, kalau melihat sistem cukai diterapkan berdasarkan golongan dan tiap golongan dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan, kenaikkan cukai untuk golongan satu bisa mencapai 16 persen.


Kenaikan sebesar 16 persen jelas berdampak pada harga rokok. Tingginya harga rokok akan membuat pembeli mencari rokok dengan harga di bawahnya. Dan yang jadi masalah, industri yang di bawahnya tidak mampu mengisi lantaran terbentur kapasitas produksi yang dibatasi.


“Kalau ada kekosongan seperti ini, sebenarnya berbahaya karena akan memicu rokok ilegal,” cetusnya.


Selain itu, hilangnya pasar akibat harga yang terlalu tinggi tentu akan membawa efek ekonomi yang lebih luas. Pertama, pabrikan rokok akan menunda pembelian tembakau dan cengkeh, sebagai bahan baku utama rokok. Kedua, perusahaan rokok akan bersaing dengan rokok illegal.


“Pada akhirnya negara juga yang akan mengalami kerugian. Dan efek dominonya bisa berdampak pada petani tembakau dan cengkeh,” pungkasnya.@sarifa


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment