LENSAINDONESIA.COM: Upaya PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak meningkatkan layanan prima di Terminal Multipurpose Nilam Timur terhambat Peraturan Pemrintah (PP) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Akibat penerapan PP tersebut, pengadaan 1 unit Harbour Mobile Crane (HMC) dan 2 unit Harbour Portal Crane (HPC) untuk pelayanan di Terminal Multipurpose Nilam Timur menjadi tertunda.
Baca juga: Kapal RoRo support program Short Sea Shipping dan Pelindo III permudah transaksi jasa kepelabuhanan via ATM
Kepala Humas PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak, Dhany R Agustian mengatakan, dua jenis perangkat itu bakal didatangkan pertengahan 2015 ini. Namun, dengan berlakunya pemangkasan setoran bagi hasil laba BUMN, khususnya pendapatan pemanduan dan penundaan di Pelabuhan Tanjung Perak sebesar 5%, bakal menghambat permodalan dalam menambah proyek infrastruktur.
“Kami lakukan itu seiring komitmen perusahaan untuk menata terminal sekaligus perbaikan dan pembaruan berbagai fasilitas. Bahkan, guna memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasa,” ujarnya di Surabaya, Rabu (27/05/2015).
Dhany menambahkan, penerapan PP No.11 tahun 2015 dijadwalkan awal Juni ini, maka sisa anggaran layanan kapal tahun 2014, terutama jasa pemanduan dan penundaan hanya sebesar Rp2,5 miliar. Padahal, kedua jenis pelayanan tersebut berkontribusi besar untuk Cabang Tanjung Perak, sekitar Rp230 miliar.
“Semua (belanja infrastruktur,red) harus direvisi, terutama pembelian alat penunjang pelayanan di Terminal Nilam,” ungkapnya.
Dhany belum bisa merinci potensi melambatnya pertumbuhan PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak, jika menjalankan peraturan pemerintah tersebut. Mengingat, selama ini operator Pelabuhan Tanjung Perak itu mengacu pada tarif lama, yakni PP No.66 tahun 2009.
“Kita tetap akan setorkan yang ada saja, yakni 1,75 persen. Kalau pun nanti dikemudian hari harus membayar 5 persen, maka kita akan minta juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis),” tambahnya.
Penerapan regulasi pemerintah (PP No 11 tahun 2015), lanjut Dhany, membuat pengusahaan pelabuhan kini beralih ke penyelenggara pelabuhan. Hal ini, tak seleras dengan peraturan PNBP yang lama, yakni PP No. 66 tahun 2009.
“Padahal, pada prinsipnya PNPB itu dilaksanakan oleh pemerintah terhadap kegiatan pelayanan yang dilakukan atau dilaksanakan oleh pemerintah, bukan oleh BUMN,” tukasnya.
Yang menjadi titik krusial, kata Dhany, adalah core business PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak, yakni jasa penundaan, sewa perairan dan pas masuk pelabuhan yang seharusnya tidak masuk dalam obyek dalam PNPB. “Penetapan besaran tarif itu justru melebihi besaran tarif pelayaran yang dilaksanakan oleh perseroan (Pelindo,red),” pungkasnya.@don
0 comments:
Post a Comment