LENSAINDONESIA.COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Dari hasil kajian itu, ditemukan adanya celah terjadinya kerugian negara yang disebabkan tidak terpungutnya royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) secara optimal.
KPK menemukan fakta bahwa jenis tarif PNBP yang berlaku terhadap mineral, dan tarif batubara yang berlaku pada KK, lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP mineral. Dari temuan ini, Kementerian ESDM telah menyepakati akan melakukan renegosiasi tentang tarif royalti pada semua KK dan PKP2B disesuaikan dengan PP Tarif dan jenis tarif PNBP yang berlaku, serta menetapkan sanksi bagi KK dan PKP2B yang tidak kooperatif dalam proses renegosiasi.
Baca juga: Mobil Magic Box diluncurkan di Yogyakarta dan Gerindra luncurkan permainan Mas Garuda
Terkait hal ini, KPK telah mengirimkan surat bernomor B-402/01-15/02/2014 yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ini ditembuskan kepada Presiden, dikirim pada 21 Februari 2014, agar pihak terkait segera menindaklanjuti. Proses renegosasi mencakup aspek luas wilayah pertambangan, penggunaan tenaga kerja dalam negeri, divestasi serta kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri.
KPK melihat proses renegosiasi kontrak ini berlarut-larut. KPK juga menemukan adanya kerugian keuangan negara dari hasil audit tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN), yaitu sebesar 6,7 triliun rupiah (2003-2011) akibat kurang bayar royalti, dan potensi kerugian keuangan negara dari 198 perusahaan pertambangan batubara sebesar 1,224 miliar dolar AS (2010-2012) dan dari 180 perusahaan pertambangan mineral sebesar 24,661 juta dolar AS (2011).
Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Sadar Subagyo mengatakan bahwa Partai Gerindra mendukung sepenuhnya upaya KPK untuk mengungkap kerugian negara yang disebabkan oleh tidak optimalnya penerimaan royalti perusahaan pertambangan.
“Upaya KPK dalam mengungkap kebocoran penerimaan negara patut diapresiasi, Gerindra mendukung penuh KPK dalam upaya mendorong kementerian ESDM untuk melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang agar kerugian negara bisa dihindari,” terang Sadar.
“Perlu diperhatikan juga oleh KPK bahwa selama ini audit yang dilakukan kepada perusahaan pertambangan hanya fokus pada laporan-laporan secara tertulis. Belum pernah ada audit yang dilakukan secara fisik. Padahal potensi penyelewengan sangat besar. Banyak hal yang harus diperbaiki terkait dengan kontrol dan pengawasan pertambangan. Disinilah peran KPK untuk memastikan bahwa pengawasan yang menyeluruh benar-benar dilaksanakan.” tutur Sadar.
Sadar mengatakan bahwa masalah kebocoran penerimaan negara merupakan masalah yang harus diperhatikan oleh semua pihak, “Bayangkan jika kebocoran penerimaan negara tersebut dialihkan untuk perbaikan infrastruktur, perbaikan sarana pendidikan, perbaikan sarana kesehatan, dan lain sebagainya. Berapa banyak masyarakat yang merasakan manfaatnya secara langsung,” jelas Sadar. @muhammadrusjdi
0 comments:
Post a Comment