LENSAINDONESIA.COM: Walikota Bandung M. Ridwan Kamil, meski baru lima bulan memenej kota Bandung, terobosan-terobosan programnya jadi pembicaraan. Walikota muda ini, mengaku sebelum memimpin kota Bandung, dia gerah dan gelisah mencermati perkembangan Indonesia.
“Saya gelisah. Saya lihat peradaban sudah jauh dari Idonesia. Saya nilai ada enerji hidup untuk terjun,” demikian Ridwan blak-blakan kenapa memilih berkarir memimpin Kota Bandung, dan melepas karier profesional sebagai arsitek, saat menghadiri diskusi terbuka 7 tokoh mudah bertajuk “Reformis Hibrida-Reformis Horisontal” di Ball Room “Djakarta Theater”, Sabtu malam (01/03/14).
Baca juga: Gawat! PDAM Bandung dijaili PNS 'maling', sebulan raib 20juta m/kubik dan Bandung biarkan pohon kota usia 80 tahun, 150 rawan roboh
Ridwan, yang lahir di Bandung, 4 Oktober 1971 ini, ketika maju Pilwali Kota Bandung diusung Partai Gerindra dan didukung PKS. Karena dipercaya rakyat memenej Kota Bandung, dia akhirnya harus total dan fokus mengabdikan diri untuk mengelola potensi Kota Bandung dengan program-program inovatif.
Sejak lima bulan dilantik, menurut Ridwan Kamil, terpaksa harus memaksakan program-program solusi percepatan mengatasi problem kemiskinan, problem kemacetan kota yang jadi penghambat produktifitas ekonomi Bandung, dan program-program bermuara menggairahkan pertumbuhan Kota Bandung, termasuk reformasi bidang birokrasi, dan perlahan mengembalikan mindset kembali ke peradaban Indonesia.
Karena dirinya berlatar belakang profesional murni dan tidak berproses sebagai politisi di partai politik, Kamil mengakui dinamika politik praktis tidak sepenuhnya mendukung. “Imajinasi membangun terus jalan. Maka, ada improvisasi. Saya merasa sepertiga kecepatan dari dunia sebelumnya (sebagai profesional),” kata Kamil, yang menyelesaikan program beasiswa S2 di University of California, Berkeley ini.
Ridwal Kamil yang sejak menjadi walikota mengaku melepas tiga perusahaannya ini, dia menyimpulkan, bahwa politik itu penting dalam menjalankan pemerintahan. Namun, kata dia lagi, “Identik politik sebagai hal buruk. Tapi, itu cara perjuangan dan nilai.” Rupanya, pemikiran ini yang jadi espektasi, termasuk dalam berpolitik mengisi era reformasi untuk melawan kemiskinan dan menyejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia.
Seperti diketahui, perhelatan “Reformis Hibrida-Reformis Horisontal” yang digagas Dino Patti Djalal ini, seperti ajang “kumpul-kumpul” tokoh-tokoh muda klaim reformis hibrida-reformis horisontal. Ada 7 pemimpin muda inovatif yang berkumpul di acara itu. Masing-masing mempunyai gaya dan jalur politik yang berbeda, namun semua membawa angin perubahan bagi bangsa.
Selain Dino Patti Djalal, tokoh-tokoh pemimpin muda itu ada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Walikota terpilih Bogor Bima Arya, Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, Gubernur Nusa Tenggara M. Zainul Majdi, dan M. Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung, yang juga masih berstatus dosen arsitek ITB.
Mereka berbicara dan berdiskusi mengenai kode etik reformis, gagasan dan program yang mereka lakukan untuk menumbuhkan kembali optimisme rakyat, dan masa depan Indonesia di Abad 21. @endang
0 comments:
Post a Comment