LENSAINDONESIA.COM: Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi mempertanyakan soal KPU menggeluarkan anggaran hampir Rp 1 Miliar untuk biaya debat Capres di teve per satu paket. Tepatnya, sebanyak Rp.986.561.000.
FITRA juga heran biaya itu tidak termasuk biaya konsumsi debat. Bahkan, menurut Uchok, anggaran konsumsi debat dalam dokumen Rincian Kertas Kerja Satuan Kerja KPU 2014, disebutkan sebesar Rp 1/4 M atau Rp.252.500.000.
Baca juga: KPU didesak angkat isu kejahatan mafia Migas dalam debat Capres dan Debat Capres. Tantowi Yahya: Prabowo sudah di atas angin
“Alokasi anggaran ini besar dan mahal. Sayang seribu kali sayang, alokasi anggaran yang mahal dan besar ini, KPU dalam memformat kegiatan debat Capres Cawapres mirip cerdas cermat (CDC),” tegas Uchok. Artinya, hanya sekadar ingin dinilai bahwa KPU memenuhi unsur demokrasi Pilpres.
“Debat Capres seperti kegiatan cerdas cermat, siapa yang bisa menjawab, itu dirasa pemenangnya. Padahal, debat capres untuk mengutarakan janji-janji Capres di depan publik agar kelak bisa ditagih dalam bentuk program,” kata Uchok kepada LICOM di Jakarta, Minggu (29/06/14).
FITRA, diakui Uchok, sependapat dengan banyak suara kritis yang muncul, bahwa lantaran debat capres cawapres mirip cerdas cermat, maka janji-janji capres sangat susah ditagih. “Apa yang diperdebatan ke dua Capres dan Cawapres, sebagian tidak bisa ditagih lantaran hanya pernyataan spontan,” kata Uchok.
Kualitas perdebatan Capres, lanjut Uchok, tidak seimbang dengan anggaran yang dikeluarkan KPU untuk tayangan di teve dalam sekali debat. “Bagaimana kalau isinya hanya menyindir dan memojok lawan debat. Yang diperdebatan hanya sebatas informasi yang mereka ketahui saja,” kritik Uchok.
“Seharusnya debat Capres Cawapres memperdebatan konsep yang berisi “janji-janji” yang mereka buat sendiri. Konsep-konsep itulah yang dikejar mederator agar Capres bisa menjelaskan ke publik, sehingga konsep bisa “membumi” jadi program dalam APBN atau kebijakan lainnya,” katanya.
Uchok juga menegaskan, kecenderungan KPU lebih mengutamakan obral anggaran Pilpres yang mencapai Rp 4 Trilun –satu putaran– ketimbang meprioritaskan mutu debat itu terbukti, kegiatan itu juga dibentuk Pokja (kelompok kerja). “Dengan membentuk Pokja ini sangat menguntungkan orang-orang KPU,” tegas Uchok.
Artinya, selain gaji, alokasi anggaran Pokja ini diduga masuk ke kantong pribadi masing-masing orang-orang di instansi KPU. Misalnya saja, untuk satu pokja pemeriksaan kesehatan Capres dan Cawapres alokasi anggarannya Rp.346.500.000.
Rinciannya, sbb:
1. Pengarah Pokja sebanyak 7 orang, honor per orang Rp 3 juta (1/selama 3 bulan);
2. Penanggungjawab Pokja honornya Rp.2.750.000 (1/selama 3 bulan)
3. Ketua Pokja dapat honor Rp2.5 juta (1/selama 3 bulan)
4. Wakil Ketua Pokja dapat honor Rp2.2 juta (1/selama 3 bulan)
5. Sekretaris dapat honor Rp2 juta (1/selama 3 bulan)
4. Anggota sebanyak 50 orang, mendapat setiap orang Rp.1.700.000 selama 3 bulan.
Uchok, juga menyoroti biaya pemeriksaan kesehatan bakal Capres dan Cawapres sebanyak 10 paket, dan harga satuan Rp.50.000.000, dan total Rp.500.000.000.
Dan untuk alokasi rapat saja, KPU tidak mau nilai kecil. Alokasi anggaran untuk Rapat pembahasan pemeriksaan kesehatan Capres Cawapres, misalnya, mencapai Rp 299.610.000
“Jadi semua alokasi anggaran KPU itu hanya demi Tim sukses saling hajar dengan pernyataan atau saling fitnah. Anehnya, KPU sebagai yang dipercaya rakyat pihak penyelenggaraan Pemilu pesta duit dengan anggaran negara,” tegas Ucok. Dan, masih banyak obral anggaran di agenda lain yang harus diketahui masyarakat. @endang
0 comments:
Post a Comment