LENSAINDONESIA.COM: Pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat biang keladi kekacauan industri bauksit nasional adalah Hatta Rajasa, mantan Menko Perekonomian era SBY.
Bahkan, Faisal mengatakan kebijakan yang diambil Hatta berkaitan dengan Pemilu Presiden 2014 lalu.
Baca juga: Hatta bantah akomodir pesanan Rusia soal larangan ekspor bauksit dan Bila bersedia, Demokrat persilahkan Hatta Rajasa gabung
“Hatta Rajasa biang keladinya. Ini tunjuk nama aja deh biar semua jelas,” ujar Faisal Basri dalam acara Kompasiana Seminar Nasional bertema “Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia” di Jakarta, Senin (25/5/2015) mengutip Kompas.
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu menjelaskan, pada awal 2014 lalu, peranan Hatta Rajasa melarang ekspor mineral mentah (raw material) termasuk bauksit sangat besar. Kata Faisal, berbagai pembahasan aturan pelarangan ekspor bauksit dibahas di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian dengan berbagai menteri terkait.
Akhirnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 terbit pada tanggal 12 Januari 2014.
Kata Faisal, pelarangan ini merupakan permintaan dari perusahaan aluminium terbesar Rusia, yaitu UC Rusal, yang saat itu berencana menanamkan investasinya di Indonesia untuk membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan.
Akibat pelarangan ekspor bauksit itu, sebanyak pasokan 40 juta ton bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang. Dampaknya, kata dia, harga alumina Rusal di dunia internasional melonjak.
“Rusal itu tahun 2007 sudah pernah MoU dengan Antam buat smelter, tetapi tidak jadi. Lalu pada 2014 buat lagi MoU dengan Suryo Sulisto. Untuk itu (investasi Rusal), pemerintah dengan gagah berani memenuhi syarat Rusal untuk melarang ekspor. Sekitar 40 juta ton bauksit hilang di pasaran sehingga harga naik dan saham Rusal naik, untungnya ratusan juta dollar,” kata Faisal.
Sementara itu, industri bauksit nasional justru kehilangan potensi devisa Rp17,6 triliun per tahun, penerimaan pajak Rp4,09 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp595 miliar.
Bahkan, Faisal mengaitkan keuntungan Rusal dan kebijakan pelarangan ekspor bauksit yang dipimpin Hatta Rajasa itu dengan upaya politik. Pasalnya, sebut Faisal, saat itu Hatta Rajasa maju dalam Pilpres 2014 sebagai calon wakil presiden.
“Jadi, sudah nyata yang paling untung itu Rusal. Ini mau pemilu, pilpres, dan Hatta Rajasa menjadi calon wakil presiden,” ucap dia.@sita/kmp
0 comments:
Post a Comment