Monday, March 3, 2014

Parlemen Indonesia alami kerancuan peran dan posisi

Parlemen Indonesia alami kerancuan peran dan posisi




LENSAINDONESIA.COM: Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan, lembaga parlemen Indonesia saat ini mengalami kerancuan peran dan posisi.


Kerancuan sistem parlemen Indonesia ini bisa dilihat dalam UU 27/2009 tentang MD3. Menurut Siti, ini menunjukan Indonesia gamang dengan sistem parlemen, karena konsep ketatanegaraan ini melalui amandemen tidak lebih baik.


Baca juga: Gerindra dukung KPK bongkar masalah royalti pertambangan dan NR: Menolak manfaatkan ketenaran Jokowi


Persoalannya kerancuan ini berdampak pada efektivitas dan efisiensi parlemen Indonesia. Siti membeberkan, selain DPR, parlemen Indonesia juga ada DPD.


Dengan dmikian, lembaga perwakilan MPR ada 2 kamar. Pemikiran dengan dibentuknya DPD, didasarkan atas beberapa pertimbangan untuk mengganti MPR dari unsur daerah yang tidak bisa mencerminkan aspirasi daerah. Bersama DPR, DPD, diharapkan jadi 1 kamar dalam sistem 2 kamar di MPR.


“Tetapi struktur ini tidak mencerminkan bikameral. DPD tidak memiliki kekuasaan yang memadai,” ujar Siti Zuhro saat berbincang dengan LICOM, kemarin.


DPD dibentuk hanya untuk mengurusi hal-hal yang berkaitan pemekaran, gabungan daerah, SDM dan keuangan daerah. “Di luar itu, kewenangn DPD hanya memberi pertimbangan. Sehingga, DPD relatif tidak berfungsi,” katanya.


Kerancuan posisi dan peran parlemen Indonesia ini, kata Siti, harus dibenahi dengan menekankan beberapa hal. “Pertama, rangkap jabatan sebagai anggota DPR sekaligus MPR atau anggota DPD sekaligus MPR,” kata dia.


Kemudian MPR memiliki Setjen sendiri. Dalam sistem demokratis, perlu mekanisme check and balances. Dinilai tepat, namun perlu ada penguatan fungsi dari MPR agar bisa berfungsi.


Penguatan MPR tersebut, dalam rangka menguatkan sistem presidensial. Dengan demikian, pimpinan MPR tidak bersifat permanen, tapi ad hoc. Ketika sidang gabungan DPR dan DPD, harus dipegang bergiliran di tiap masa sidang.


“Jadi lebih kepada join session untuk melaksanakan tugas utama. Seperti membahas UUD, melantik presiden, memberhentikan presiden sesuai pasal 7B,” pungkasnya.@endang


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment