Thursday, May 22, 2014

Korban penggelapan tanah kini justru terancam dipidanakan

Korban penggelapan tanah kini justru terancam dipidanakan




LENSAINDONESIA.COM: Pernyataan Reni Poedji Astoeti, korban perkara penggelapan kasus tanah yang menyebut penanganan hukum kasus yang melibatkan Moch Zaini, caleg Partai Golkar sebagai terdakwa, sarat permainan mafia hukum, nampaknya bakal menimbulkan pidana baru.


Junaedi, warga Banjarsari Gresik, yang sempat disebut namanya oleh Renny sebagai aktor yang mengatur perkara ini, mengancam bakal melapor atas tudingan yang diucapkan Renny saat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (20/5/2014) kemarin.


Baca juga: Wakil Ketua MPR: Caleg kalah jangan ngotot cara-cara haram dan Warga Benowo blokir jalan menuju Citraland


Ketika itu Renny menuding Junaedi telah mengatur perkara ini. “Dari sejak awal, terdakwa tidak pernah ditahan. Saya yakin perkara ini dimainkan, walaupun saya belum bisa membuktikan. Ada makelar tanah bernama Junaedi yang berperan mengatur perkara ini,” ujar Renny kepada wartawan.


Sontak pernyataan Renny tersebut membuat Junaedi angkat bicara. Junaedi menganggap tudingan itu adalah opini Renny belaka.

“Saya harap Renny berhati-hati kalau ngomong. Ada istilah mulutmu harimaumu, tudingan ngawur yang dilontarkan Renny bakal memicu pidana baru, pencemaran nama baik maupun keterangan palsu,” ujar Junaedi saat dikonfirmasi.


Ia juga menjelaskan, dirinya tidak ada kepentingan dalam perkara ini. “Lalu buat apa saya repot-repot melibatkan diri dalam perkara ini?. Namun tudingan Renny tersebut secara otomatis akan membuat saya terlibat ke perkara ini ke depannya,” tambah Junaedi.


Junaedi berpendapat, upaya Renny untuk menciptakan opini publik adanya rekayasa dalam kasus ini, dikarenakan pihak Renny takut kalah. “Mungkin Renny takut kalah, karena selama ini saksi yang dihadirkan dalam persidangan meringankan posisi terdakwa,” tambahnya.


Saksi H Marjup, warga Banjarsari dan juga pemilik tanah, dalam kesaksiannya mengakui menerima uang dari Misbakul dan terdakwa hanya membantu menghitungkan saja. “Ya saya menerima dan telah menggunakan uang tersebut,” tegasnya.


Dengan keterangannya Marjup itu, secara otomatis meringankan posisi terdakwa. Hal itu membuktikan bahwa Zaini selaku perantara telah melaksanakan tugasnya dengan menyerahkan uang kepada pemilik tanah.


Dihubungi terpisah, Bowo kuasa hukum korban menambahkan, perkara ini terkesan diolor-olor oleh terdakwa. “Contohnya sidang hari ini saja, sidang ditunda hanya karena terdakwa sakit tanpa adanya keterangan sakit dari dokter,” terangnya di PN Surabaya.


Seperti diberitakan, sejak beberapa pekan lalu Zaini diadili di PN Surabaya. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Rahman dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, disebut perbuatan terdakwa dilakukan 11 Nopember 2012, sampai 19 Nopember 2012, di rumah korban, yakni Perumahan Wisata Bukit Mas Blok D 1, No 16, Kelurahan Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya.


Saat itu, terdakwa Zaini yang tinggal di Dusun Banjarsari, RT 3/RW 1, Desa Banjarsari, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, mendatangi rumah korban. Saat datang ke rumah korban, Zaini tak sendiri, ia datang bersama saudaranya, yakni Masmuul Khoir dan Misbahul Munir.


Masmuul dan Misbahul sudah dikenal sebelumnya oleh korban, karena mereka adalah rekan bisnis korban dalam hal jual beli tanah. Kedatangan terdakwa Zaini ke rumah korban, untuk menawarkan tanah yang terletak di Desa Banjarsari, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, petak 10, dengan luas kurang lebih 37 hektar, milik 30 warga.


Tanah tersebut oleh terdakwa ditawarkan 150.000/m2 ke korban dengan komisi Rp 12000/meter2. Korban mempercayai terdakwa, karena saat itu Zaini masih menjadi Kepala Desa Banjarsari. Setelah terjadi kesepakatan, Zaini kemudian diberi uang muka sebesar Rp 150 juta untuk 30 warga, yang tanahnya akan dijual, masing-masing orang dapat Rp 5 juta.


Pada tanggal 11 Oktober 2012 sekitar pukul 12.00 WIB, korban bersama suaminya (Gideon Dirgantara) menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta di sebuah restoran di Gresik, dengan bukti terima berupa kwitansi tanggal 11 Oktober 2012. Uang tersebut memang tidak langsung diberikan korban pada terdakwa Zaini. Namun diserahkan melalui Misbahul Munir.


Beberapa hari kemudian saudara Masmuul, Misbahul datang ke rumah korban dan menyatakan bahwa uang Rp 150 juta telah diserahkan ke Zaini dengan bukti kwitansi, namun tidak ada materainya. “Kwitansi tersebut diterima suami saya dan sempat ditanyakan, kok tidak ada materainya? Namun dijawab bahwa mereka tidak ada materai,” ujar Renny saat memberikan keterangan sebagai saksi korban dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.


Selanjutnya mereka bertiga menyampaikan bahwa butuh dana Rp 1 miliar untuk tambahan uang muka ke 30 warga yang tanahnya akan dijual. Keesokan harinya, korban bersama suaminya akan menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut, namun saat penyerahan uang justru disampaikan oleh Zaini dan kawan-kawan bahwa uang tersebut untuk uang muka tanah lain milik M.Zaini dan Abdul Aziz bukan untuk 30 warga.


Pada tanggal 14 Nopember 2012, korban bersama suami dan sopirnya, yang bernama Eko Budi Sunardi, mendatangi notaris Agil Suwarto, di depan kantor pertanahan Gresik, untuk membuat nota perjanjian tanah. Di kantor notaris Agil, korban dan suami juga bertemu dengan Misbahul, Masmuul, Zaini serta dua orang lainnya yang bernama Marjub dan Safni.


Usai dari notaris Agil, kemudian korban, suami, Misbahul, Masmuul serta dua orang lainnya bernama Marjub dan Safni ke Bank BCA di Jl Veteran Gresik dan diserahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada terdakwa M.Zaini dengan disaksikan Misbahul, Masmuul, Zaini serta dua orang lainnya yang bernama Marjub dan Safni.


Kemudian pada tanggal 18 Nopember 2012 sekitar pukul 17.00 WIB, korban, suami, Misbahul, Masmuul serta Zaini mendatangi kantor notaris Yuyun Iznaniarsi yang berkantor di Jl Raya Brantas 12, Gresik untuk mengadakan perjanjian akta jual beli SHM, No 1163, atas nama Moh Zaini dan no 1087 lalu atas nama Abdul Aziz dengan luas keseluruhan 16.300 m2.


“Keesokan harinya, yakni tanggal 19 Nopember 2012, sekitar pukul 12.00 WIB, saya, suami saya, Misbahul, Masmuul serta Zaini kembali datang ke notaries Yuyun untuk tanda tangan,” lanjut Renny dalam kesaksiannya.


Kemudian saat itu juga diserahkan uang Rp 200 juta, sebagai tanda penyerahan dua sertifikat SHM no 1163 antas nama Moh Zaini dan No 1087 atas nama Abdul Aziz.


Usai penyerahan uang Rp 200 juta, saksi korban berangkat ke Yerusalem dan baru pulang pada Januari. Sepulang dari Yerusalem, korban dan suami mempertanyakan kejalasan tanah pada terdakwa Zaini, namun Zaini selalu menghindar dengan berbagai alasan.


Hingga korban mendengar bahwa tanah SHM no 1163 an Moh Zaini dan no 1087 an Abdul Aziz tersebut telah dijual Zaini ke orang lain dengan harga Rp 1 juta/m2.


Saat hal tersebut ditanyakan kapada Zaini, dia menyangkal telah menjal tanah pada pihak lain. Akhirnya korban meminta uangnya kembali dan membatalkan semua tranksaksi jual beli antara mereka,


Namun uang tersebut tidak pernah diserahkan ke korban. Hingga akhirnya pada tanggal 10 April 2013, korban melaporkan Moh Zaini ke Polda Jatim, dengan nomor laporan LP/350/IV/2013/UM/Jatim, dengan sangkaan pasal 378 dan pasal 372 dengan ancaman hukuman empat tahun. @ian


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment