LENSAINDONESIA.COM: Di tengah pertikaian DPR RI memunculkan pimpinan DPR tandingan versi Koalisi Indonesia Hebat (KIH), partai PPP juga dilanda konflik semakin panas. DPP PPP kubu Suryadharma Ali (SDA) pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) tetap “must go on” memuluskan Muktamar VIII DPP PPP-nya di Jakarta sejak Kamis, 30 Oktober sampai berakhir Minggu besok, 2 November 2014.
Kubu SDA tidak peduli hajatan Muktamar-nya diganjal SK Menkumham baru, Yassona Laoly yang mengakui hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya versi Romahurmujiy. Bahkan, pihak SDA sudah melayangkan gugatan terhadap Mekumham terkait SK yang dianggap bermuatan politik memihak PPP versi Romahurmujiy yang dengan terang-terangan memihak Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Baca juga: Keputusan Menkum HAM sahkan PPP Kubu Romi dinilai langgar UU Parpol dan PPP kubu SDA rapat tertutup matangkan Muktamar tandingan 30 Okt
Diketahui, PPP kubu Romahurmujiy (Romi) –hasil Muktamar PPP di Surabaya, Romarhurmujiy ditetapkan jadi Ketua Umum DPP PPP- berada di atas angin karena adanya SK Menkumham. Bahkan, PPP versi Romi sudah melangkah jauh karena salah satu kadernya, Lukman hakim Saifuddin sudah diangkat menjadi Menteri Agama “Kabinet Kerja” pemerintahan Jokowi-JK.
Gugatan terhadap SK Menkumham itu dilakukan Humphrey Djemat, Ketua Tim Kuasa Hukum PPP versi Suryadharma Ali (SDA). Gugatan dengan Register Perkara No. 217/G/2014/PTUN-JKT, memohon PTUN membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-07.AH.11.01 TAHUN 2014 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tanggal 28 Oktober 2014 (hasil Muktamar PPP di Surabaya versi Romahurmujiy).
Humphrey dalam keterangan persnya kepada LICOM, menjelaskan, Keputusan Menkumham tersebut merugikan bagi PPP yang masih sah dipimpin Suryadharma Ali. Karena perselisihan internal di PPP belum terselesaikan sesuai Ketentuan Hukum yang berlaku. Namun, Menkumham melakukan intervensi dengan memihak pengurusan Romahurmuziy yang mengklaim sebagai pengurus yang sah (hasil Muktamar PPP di Surabaya) dan menetapkannya dengan menerbitkan Keputusan No. M.HH-07.AH.11.01.
Humphrey menerangkan bahwa dalam gugatannya meminta agar Keputusan Menkumham No. M. HH-07.AH.11.01 dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.
Dasar/alasannya menggugat sebagai berikut:
1. Menanggapi peristiwa pemberhentian baik terhadap Suryadharma Ali, sebagai Ketua Umum PPP maupun terhadap Romahurmuziy dkk telah disikapi oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Surat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum No. AHU.AH.11.03-1 tanggal 25 September 2014. Dalam surat No. AHU.AH.11.03-1 tersebut Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa masing-masing pemberhentian tidak akan disahkan karena masih terdapat perselisihan internal partai, dan agar perselisihan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai, dan apabila belum dapat diselesaikan maka penyelesaiannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri.
2. Dari petunjuk Kemenkumham tersebut, Mahkamah Partai PPP melaksanakan penyelesaian perselisihan internal PPP yang terjadi, dan untuk itu Mahkamah Partai PPP menerbitkan Putusan Nomor 49/PIP/MP-DPP.PPP/2014 tanggal 11 Oktober 2014, yang amarnya antara lain menyatakan setiap pengangkatan dan/atau pemberhentian kepengurusan maupun keanggotaan PPP harus melalui surat keputusan yang ditandatangani Suryadharma Ali, sebagai Ketua Umum PPP dan Romahurmuziy, sebagai Sekretaris Jenderal PPP, atau dengan kata lain pemberhentian yang dilakukan oleh masing-masing adalah tidak sah.
3. Mahkamah Partai PPP memutuskan pula bahwa Suryadharma Ali, sebagai Ketua Umum PPP dan Romahurmuziy, sebagai Sekretaris Jenderal PPP secara bersama-sama harus segera menentukan waktu dan tempat pelaksanaan Muktamar VIII PPP, dan apabila keduanya tidak dapat menentukannya secara bersama-sama dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak dibacakannya Putusan Mahkamah Partai PPP ini, maka penentuan penyelenggaraan Muktamar VIII PPP akan diambil alih oleh Majelis Syariah.
4. Bahwa Putusan Mahkamah Partai PPP Nomor 49/PIP/MP-DPP.PPP/2014 tanggal 11 Oktober 2014 tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM melalui Surat Mahkamah Partai PPP No. 260/EX/PTSN/MP.PPP/X/2014 tanggal 12 Oktober 2014 perihal Pemberitahuan Salinan Putusan Perkara No. 49/PIP/MP-DPP.PPP/2014.
5. Bahwa meskipun berbagai upaya termasuk islah telah dilakukan oleh banyak pihak PPP agar Romahurmuziy, dapat bersama-sama dengan Suryadharma Ali, menentukan penyelenggaraan Muktamar VIII PPP, namun hal tersebut tidak dapat tercapai hingga melewati jangka waktu 7 (tujuh) hari. Oleh sebab itu, sesuai dengan keputusan Mahkamah Partai PPP, Majelis Syariah PPP pada tanggal 21 Oktober 2014 telah menentukan Penyelenggaraan Muktamar VIII PPP dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober – 2 November 2014 di Jakarta.
6. Bahwa bertentangan dengan Putusan Mahkamah Partai PPP No. 49/PIP/MP-DPP.PPP/2014, ternyata Romahurmuziy dkk, tanpa persetujuan apapun dari Suryadharma Ali, telah menyelenggarakan suatu kegiatan yang menyerupai Muktamar VIII PPP pada tanggal 15 – 18 Oktober 2014 di Surabaya, bahkan dalam acara tersebut Romahurmuziy mengangkat dirinya menjadi Ketua Umum PPP dan mengubah susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP.
Artinya, Romahurmuziy dkk sudah tidak mengindahkan kebijakan PPP melalui Putusan Mahkamah Partai PPP yang telah diputuskan, yang kemudian ia tindak lanjuti dengan mengajukan permohonan pengesahan perubahan susunan kepengurusan tersebut kepada Menkumham.
7. Bahwa sejak sebelum Romahurmuziy dkk menyelenggarakan suatu kegiatan yang menyerupai Muktamar VIII PPP pada tanggal 15 – 18 Oktober 2014 di Surabaya, Suryadharma Ali telah menyampaikan kepada Menkumham melalui Surat No. 1402/IN/DPP/X/2014 tanggal 14 Oktober 2014 perihal Pemberitahuan Tentang Tidak Sahnya Muktamar PPP Di Surabaya, tanggal 15-18 Oktober 2014.
8. Selanjutnya, Suryadharma Ali kembali menyampaikan kepada Menkumham melalui Surat No. 1407/EX/DPP/X/2014 tanggal 17 Oktober 2014 perihal Permohonan Penolakan Terhadap Pendaftaran dan Pengesahan Hasil Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan di Surabaya, tanggal 15-18 Oktober 2014.
Dengan demikian dapat dipastikan Menkumham mengetahui bahwa perselisihan internal partai yang dimaksud dalam Surat Kementerian Hukum dan HAM No. AHU.AH.11.03-1 tanggal 25 September 2014 belum terselesaikan.
Berdasarkan fakta-fakta yang dijelaskan di atas Humphrey secara tegas dalam gugatannya menyatakan sebagai berikut :
1. Menkumham telah melanggar Undang-Undang Parpol (UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik jo. UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan dalam Pasal 32 dan 33) yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan Partai Politik yaitu harus ditempuh melalui Mahkamah Partai PPP dan selanjutnya melalui Lembaga Pengadilan yang bebas dan imparsial.
2. Menkumham telah membuktikan secara mutlak dan tak terbantahkan betapa tidak konsistennya sikap Menkumham dengan Pernyataan yang telah dikeluarkan sebelumnya.
3. Sikap Menkumham yang tidak cermat, tidak konsisten dan mengenyampingkan hukum tersebut telah melanggar Asas Profesionalitas dan Asas Kepastian Hukum sebagai salah satu dari Asas-asas umum Pemerintahan yang baik.
4. Tindakan Menkumham yang mengesahkan begitu saja Pengurusan Romahurmuziy padahal dia baru satu hari menjabat selaku Menteri merupakan perbuatan yang tidak mencerminkan sikap kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya sebagai Menteri.
5. Bahkan patut diduga tindakan Menkumham bentuk intervensi dalam pemihakan secara politik yang mencampur adukan kepentingan politik dengan kepentingan Pejabat Tata Usaha Negara sehingga mencederai rasa keadilan.
Dalam gugatan tersebut Suryadharma Ali melalui Kuasa Hukumnya memohon agar Majelis Hakim PTUN memutuskan :
1. Memerintahkan Menkumham untuk menunda pelaksanaan dari Keputusannya.
2. Memerintahkan Menkumham untuk tidak melakukan tindakan apapun juga yang berhubungan dengan Keputusannya sampai dengan adanya putusan yang mempunyai kekuatan tetap.
3. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menkumham.
4. Memerintahkan Menkumham untuk menerbitkan Keputusan pencabutan terhadap SK-nya. @duta/licom
0 comments:
Post a Comment