Monday, March 30, 2015

Muhammadiyah: Pembreidelan media Islam lebih jahat ketimbang Orba

Muhammadiyah: Pembreidelan media Islam lebih jahat ketimbang Orba




LENSAINDONESIA.COM: Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa B. Nahrawardaya menyebut pemblokiran situs radikal oleh pemerintah adalah langkah tidak mendidik. Jika tidak dihentikan, maka pembreidelan media gaya baru ini lebih jahat ketimbang Orde Baru.


Kominfo sudah meminta kepada penyelenggara ISP (Internet Service Provider) menindaklanjuti permintaan Penutupan Situs/Website dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Bernomor 149/K.BNPT/3/2015 yang berisi Situs/Website Radikal.


“Jika benar ada niat menutup situs-situs Islam yang dituduh sebagai situs radikal, maka saya pastikan niat penutupan situs Jihad, Situs Radikal, atau situs Penggerak Paham Radikalisme, atau Situs Simpatisan Radikalisme sesuai penafsiran BNPT, tidaklah mendidik,” kata Mustofa, Selasa (31/3/2015).


Ia menilai penetapan daftar nama situs yang ngawur dan diberangus hanya karena bernafaskan Islam. Alasan penutupan juga tidak mempertimbangkan hal lain, yaitu penutupan situs-situs Islam jelas akan memperburuk prinsip keseimbangan informasi.


“Dalam banyak berita terkait terorisme atau ISIS dan sebagainya, hanya sedikit media mainstream yang mau memberitakan secara berimbang, banyak fakta yang tidak disampaikan ke publik,” katanya.


Ia mencontohkan saat penangkapan terduga teroris, pada kenyataannya tidak ada perlawanan terduga teroris namun diberitakan ada perlawanan. Tidak ada baku tembak antara terduga dengan Densus, tetapi diberitakan ada baku tembak. Terduga ditembak saat shalat, diberitakan ditembak saat melempar bom.

“Penutupan situs-situs Islam ini saya kira memiliki agenda setting yang lebih besar, yakni agar misi Densus/BNPT tidak ada yang mengganggu lagi. Artinya, pola sumber tunggal dalam berita terorisme akan lebih kuat posisinya. Boleh dibilang, ada upaya permanen pembodohan publik berkedok pemberantasan terorisme,” katanya.


Kedua, penutupan Situs-situs Islam yang dituding situs jihad oleh BNPT, bisa diartikan negara secara langsung telah menutup transparansi informasi kepada publik. Negara kini mengharuskan rakyatnya untuk hanya mengonsumsi informasi yang datang dari Pemerintah.

Dari fenomena ini, ada kesan, Negara dengan sengaja memaksa rakyatnya untuk hanya mempercayai informasi yang datang dari Pemerintah. Cara ini jelas lebih jahat dari cara yang dilakukan oleh Orde Baru.


“Ini adalah bentuk baru pembungkaman informasi berkedok pencegahan radikalisme. Negara bermaksud meluruskan sebuah informasi, tetapi dengan membakar lumbung-lumbungnya,” tegasnya.


Ia meminta agar pemerintah tidak boleh malas dalam mengelola informasi, apalagi dengan cara menutup domain-domain yang dianggap tidak selaras dengan BNPT. Negara harus menyelenggarakan pembinaan, bukan memberangusnya.


Mustofa juga mengatakan media yang namanya tercantum dalam surat Kominfo dan BNPT, tidak semuanya berisi radikal dan lebih banyak berisi ilmu Agama Islam.


Penutupan website ini cenderung bermakna memberangus sumber-sumber berita dan sumber kajian Ilmu Agama Islam, ketimbang mencegah radikalisme dan terorisme.


“Jika ini dibiarkan, maka untuk menutup media-media lain yang tidak selaras dengan Pemerintah, tentu hanya menunggu waktu saja,” ingatnya.


“Saya tidak menyangka bahwa di era Presiden Jokowi yang notabene bukan dari keturunan “darah” militer ini, program pembredelan media massa ternyata lebih kejam. Tolong rencana dan langkah Pembredelan ini dihentikan,” tegasnya. @sita


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment