“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh” (QS Al-Ahzab 33:72)
——————-
LENSAINDONESIA.COM:Ayat diatas menerangkan tentang kekhalifahan atau kepemimpinan tak lebih dari benda perkasa saja. Termasuk gunung menyerah untuk menerima tampuk kekuasaan sebagai pemimpin karena takut tidak bisa memegang amanah, namun manusia berani menyanggupinya. Sederhananya, setelah manusia menjadi pemimpin secara otomatis dan “gentleman” kandidat lain seperti langit, bumi, dan gunung menerima dengan ikhlas sebagai pengikut dibawah kepemimpinan manusia.
Akan tetapi ketika pengikut melihat “kemelencengan” pemimpinnya pasti akan berusaha mengingatkan. Inilah cara gunung, langit, dan bumi mengingatkan pemimpinnya yaitu manusia yang sudah melenceng dari amanah yang dititipkan Allah. Semasa kelahiran Soekarno yang bersamaan dengan Gunung Kelud, bisa jadi kedua tafsiran antara orang Jawa dan Bali yang berbeda itu, bisa keduanya adalah hal yang benar dan saling melengkapi.
Ada sebuah cerita dikutip dari buku “Soekarno Penjambung Lidah Rakjat”, dia menuturkan bahwa kelahirannya tanggal 6 Juni 1901 bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud. Jarak gunung tersebut hanya puluhan kilometer dari kediaman Soekarno kecil. Orang yang percaya tahayul kemudian menyebut bahwa, meletusnya Gunung Kelud adalah penyambutan alam atas bayi Soekarno. Sementara orang Bali mempunyai kepercayaan lain, yakni meletusnya sebuah gunung pertanda bahwa rakyat telah melakukan maksiat. Sehingga menurut Sukarno, gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut kelahirannya.
Sebab pertama, sudah ratusan tahun Belanda melakukan kedzaliman terhadap rakyat Indonesia sehingga membuat Gunung Kelud “marah”, karena manusia tidak melaksanakan amanah Tuhan malah saling mengeksploitasi.
Kedua, sudah saatnya kedzaliman yang dilakukan Belanda itu dihentikan dengan kelahiran seseorang yang bertugas untuk membawa perubahan bagi bangsa Indonesia yaitu Soekarno. Hal ini sejalan dengan sejarah kelahiran Nabi Muhammad yang kelahirannya bersamaan dengan kedzaliman yang merajalela di jazirah Arab. Dia terlahir didunia mengemban tugas untuk mengubah peradaban yang kala itu kelam untuk menjadi terang. Meski tidak tahu pasti fenomena alam apa yang menyertai kelahirannya.
Ditahun 2014 inipun, seolah Gunung Kelud juga menyumbangkan suaranya akan kedzaliman bangsa Indonesia sendiri terhadap bangsanya dan tanah airnya sendiri. Pada kenyataanya pemimpin Indonesia baik daerah dan pusat yang kini sedang berkuasa sepertinya kebijakan dan tindakannya sudah tidak sesuai amanah dari Yang Kuasa.
Eksploitasi besar-besaran pada hutan dan tambang, tak jarang malah diobral pada orang luar, tak peduli kehidupan hewan. Belum lagi menenggelamkan rakyatnya sendiri dalam perburuhan (baca perbudakan) atas nama investasi. Alih-alih bertopeng mengentaskan pengangguran, tapi tidak sadar bahwa sebetulnya melestarikan kedzaliman.
Apa dipikir hutan yang diam, hewan yang tidak berdaya, dan rakyat kecil yang suaranya dalam pemilu dikhianati tidak bisa berontak? Bagaimana kalau ternyata pemberontakannya tidak mempan pada Sang Penguasa sehingga diadukan pada Yang Kuasa melalui doa? Bagaimana kalau Yang Kuasa marah dan menggulung bumi ini? Yang dikira diam, tak berdaya, dan yang dikhianati ini akan masuk surga karena termasuk golongan teraniaya.
Lalu bagaimana dengan nasib pemimpin yang dzalim? Apakah harta yang dihasilkan dari keserakahan dari hasil eksploitasi itu bisa menyelamatkan mereka? Suatu ketika Presiden Sukarno pernah berpesan “biarkan Sumber Daya Alam Indonesia masih pada tempatnya, tunggu sampai anak bangsa ini sendiri mampu mengolahnya.” Namun alih-alih meningkatkan kemampuan SDM malah pada kenyataannya pemimpin negeri ini tidak sabar menunggu masa itu demi memuaskan nafsu serakahnya. Tunggu saja, karena sebenarnya kita semua termasuk golongan orang-orang yang menunggu.
Tahun 2014 adalah saatnya rakyat Indonesia pesta demokrasi, bisa jadi letusan Gunung Kelud berarti akan menghadirkan tokoh seperti Soekarno yang mengubah bangsa dan peradaban dunia. Atau bisa jadi letusannya jadi pertanda peringatan bahwa pemimpin-pemimpin yang selama ini memimpin tidak sesuai amanah sehingga semuanya harus diganti.
Pada bagian lain, bentuk gunung yang ‘jelek’ ini merupakan imbas dari aktivitasnya selama ini yang gemar bererupsi eksplosif (ledakan) sehingga merusak dirinya sendiri. Letusan yang paling merusak, sekaligus paling besar, terjadi lebih dari 100 ributahun silam sebagai letusan lateral atau terarah mendatar ke barat. Letusan tersebut membobol tubuh gunung bagian barat sekaligus melongsorkannya dalam volume sangat besar dan tergelincir hingga jarak cukup jauh, yakni 5 hingga 6 km dari pusat cekungan besar di puncak saat ini.
Sisa-sisa letusan lateral nan dahsyat ini dapat dijumpai dalam rupa bukit-bukit kecil setinggi 300 hingga 700 meter dpl yang bertebaran di lereng barat Gunung Kelud. Letusan lateral tersebut demikian dahsyat sehingga membuat bentuk kerucut sempurna dari Gunung Kelud purba hancur sekaligus membongkarnya demikian rupa yang membuat kantung atau saku magmanya pun terbuka ke udara luar, yang kini menjadi cekungan besar di antara kubah-kubah lava Gunung Kelud.
Di dalam cekungan besar inilah pusat aktivitas Gunung Kelud masa kini berada. Berpindah-pindah dalam 10 kawah dengan pusat aktivitas terkini di kawah Kelud. Kawasan ini terbentuk dalam letusan besar 2.400 tahun dengan dasar terletak pada elevasi 1.107 meter dpl dan bersifat kedap air. Akibatnya, selama itu pula sempat digenangi air dalam jumlah besar sebagai telaga kawah. Danau kawah menghilang pada 2007 silam seiring erupsi efusif (leleran) yang memunculkan kubah lava 2007. IRVAN MAULANA
sumber: koran lensa indonesia edisi 32
0 comments:
Post a Comment