Sunday, March 2, 2014

KIPP: Ada empat kejanggalan KPU menangani logistik Pemilu

KIPP: Ada empat kejanggalan KPU menangani logistik Pemilu




LENSAINDONESIA.COM: KPU (Komite Pemilihan Umum) Pusat dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) RI tidak akur. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia mendesak kedua penyelanggara Pemilu ini menjauhi konflik kepentingan.


Sebab, jika terus dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan rentan adanya penyimpangan penyelenggaran Pemilu Legisatif 9 April dan Pemilu Presiden 9 Juli mendatang.


Baca juga: ICW desak KPU coret Caleg penyebar voucher pulsa dan KPU sosialisasi Pemilu ke siswa SLB Jakarta, eksyen sinterklas?


“Penyelenggara Pemilu agar menjauhi relasi konfliktua demi terwujudnya Pemilu yang jaug dari penyimpangan, Jurdil,damai, bersih, berkualitas, dan demokratis,” demikian Wakil Sekjen Girindra Sandino menyampaikan kepada LICOM, Minggu (2/3/14).


Girindra juga menyatakan, KIPP Indonesia juga mendesak Bawaslu memperketat pengawasan logistik Pemilu 2014 yang dilakukan KPU. Ini terkait pengungkapan Bawaslu bahwa KPU tidak kooperatif.


“Penyelenggara Pemilu seharusnya taat pada asas yang sudah ditentukan dalam pasal 2 UU No. No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, khususnya asas kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas,” tegas Girindra.


Desakan KIPP ini, disebutkan Girindra, “Didasarkan paparan Bawaslu yang disampaikan anggotanya Daniel Zuchron, pada tanggal 28 Februari 2014, terkait kejanggalan-kejanggalan logistik pemilu 2014,” paparnya.


Ada empat poin kejanggalan KPU, menurut Girindra, sebagaimana diungkap Daniel Zuchron. Antara lain;


1. Pengadaan kotak suara terdapat perbedaan kualitas, jenis, dan standar kardus dan plastik untuk kotak suara serta mudah rusak akibat cuaca buruk di tempat penyimpanan.


2. Kualitas tinta suara buruk. Tinta suara setelah kering mudah terkelupas, dicuci dengan sabun bisa pudar. Bahkan setelah 2 jam, tinta bisa pudar walau hanya dicuci dengan air biasa.


3. Mengenai pengadaan surat suara Pemilu 2014, ditemukan permasalahan di 43 pabrik, antara lain;


a. Dari 11 konsorsium pemenang paket pengadaan surat suara, tak semua pabrik melakukan pencetakan suara, seperti pabrik di Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Tangerang Selatan.


b. Tidak ada prosedur tetap atas pengerjaan surat suara dari pihak KPU. Lebih fatal lagi, perusahaan pencetakan surat suara tak memperbarui produksi surat suara menurut DPT (Daftar Pemilih Tetap) 4 November 2013. Padahal, telah ada perbaikan dengan menggunakan DPT per 20 Januari 2014.


4. KPU tidak kooperatif dalam informasi soal proses pengerjaan produksi dan distribusi logistik.


Setelah mengkaji temuan-temuan Bawaslu terkait kejanggalan KPU itu, Girindra mempertegas, KIPP Indonesia mengingatkan terhadap penyelanggata Pemilu, sebagai berikut;


1. Bahwa dalam pasal 147, UU No. 8/2012, menyatakan: “Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota serta Sekretariat Jenderal KPU, secretariat Provinsi, dan sekretariat KPU Kab/Kota mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 142 (kotak suara, surat suara, tinta, bilik pemungutan suara, segel, alat mencobols pilihan dan tempat pemungutan suara), dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.”


2. Kemudian dalam pasal 8 huruf ayat (1) huruf n UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, menegaskan bahwa Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD adalah menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu.


3. Sebagaimana diketahui bahwa Peraturan KPU No. 16/2013 tentang Norma, Standar Kebutuhan, Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014, pasal Pasal 3 Penyediaan Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: tepat jumlah, tepat jenis; tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas; dan anggaran/efisien.


4. Soal surat suara yang dijelaskan di atas, bisa berdampak pada selisih surat suara (kelebihan), karena perusahaan pencetakan suara awalnya berpatokan pada DPT 4 November 2013, kemudian berubah menjadi DPT per 20 Januari 2014. Hal ini harus diantisipasi dengan segera karena besar kemungkinan surat suara yang telah terdistribusi bisa berpotensi pada rawannya penggelumbungan suara. @agus/licom


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment