Tuesday, April 22, 2014

Account masyarakat di lembaga keuangan, peringkat terbawah di Asia

Account masyarakat di lembaga keuangan, peringkat terbawah di Asia




LENSAINDONESIA.COM: Jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki account pada lembaga formal di bidang keuangan prosentasenya masih jauh di bawah negara-negara Asia. Indonesia hanya 20%, sedang posisi teratas Singapore 96%, Malaysia mencapai 66%, Philippines 27%, Thailand 75%, dan India 35%.


Kondisi perlindungan pada konsumen keuangan juga perlu perhatian, ini ditandai besarnya pengaduan konsumen keuangan. Sehingga memunculkan 5 permasalahan utama, yaitu Informasi yang Asimetris, perlakuan yang tidak adil, Kualitas layanan yang tidak memadai, masalah penggunaan data pribadi konsumen, dan penanganan pengaduan yang kurang efektif.


Baca juga: Si Molek keliling Surabaya, sebar info investasi pasar modal dan Uang nasabah terancam hilang lebih dari 60 persen


Direktur Literasi dan Edukasi OJK (Otoritas Jasa keungan), Agus Sugiarto mengatakan, OJK memiliki strategi pembentukan sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi, dan melaksanakan edukasi serta sosialisasi yang masif ataupun komprehensip.


“Strategi ini dibagi menjadi dua, yaitu strategi nasional literasi keuangan dan financial customer care,” jelas Agus Sugiarto pada acara “Gerakan Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2014″ di Hotel Sheraton Surabaya, Selasa (22/4/14).


Strategi tersebut ditunjang empat program pendukung. Diantaranya yang pertama, tentang harmonisasi regulasi perlindungan konsumen, market intelejen, penyelesaian sengketa dan pembelaan hukum, juga menjaga aliansi strategis dengan lembaga (otoritas).


Direktorat Komunikasi dan Hubungan Internasional, Edhi Natalis, menambahkan, untuk mencapai tujuannya itu, OJK mendukung penuh kepentingan sektor jasa keuangan nasional. Sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional.


“Kami berharap OJK dapat menjaga kepentingan nasional. Antara lain, meliputi sumberdaya manusia, pengelolahan, pengendalian dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi,” ujar Edhi.


Sebagai contoh, saat ini, data pengaduan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional III Surabaya menyebut, terhitung sampai April 2014, ada 110 pengaduan masyarakat. Diantaranya, pengaduan soal kredit, sebanyak 63, soal kartu kredit sebanyak 17 kasus, soal ATM ada 4 kasus, soal deposito ada 2 kasus, soal asuransi ada 14, soal pasar modal ada 3 kasus, dan masalah pembiayaan 3 kasus, serta kasus-kasus lainnya.


“Untuk menghindari hal tersebut tidak terulang, nasabah atau konsumen harus lebih teliti membaca butir-butir atau isi dari perjanjian,” kata Kepala Kantor OJK Regional III, Surabaya, Yuno Kusumo saat berbicara di acara itu.


Selain itu, untuk pusat layanan, pihak OJK sampai minggu ini mencatat sebanyak 11.996 pengaduan layanan konsumen terkait berbagai jasa keuangan. OJK juga mengingatkan kepada masyarakat, jika masih ada keraguan atau masalah keuangan bisa mengadu ke layanan call center di 031-500655.


“Itu tujuannya agar masyarakat bisa mengecek lebih dulu berbagai bentuk tawaran investasi keuangan, agar tidak menjadi korban investasi bodong,” tambah Agus Sugiarto.


Selain masalah perkreditan dan investasi bodong, yang juga jadi fokus OJK, yaitu maraknya penyelewengan dana pensiun. “Ini juga jadi pusat perhatian OJK, khususnya Direktorat Pengawasan Dana Pensiun-Otoritas Jasa Keuangan,” katanya.


Terkait pengawasan dana pensiun itu, Kasubag Tindak Lanjut Pengawasan Dana Pensiun Pemberi Kerja, Program Pensiun Manfaat I, Gatot Yulianto, juga turut mengungkapkan perkembangan industri dana pensiun. Ini terkait langsung pihaknya selaku perwakilan dari Direktorat Pengawasan Dana Pensiun-OJK.


Dijelaskan Gatot, mengenai asas-asas pokok dana pensiun, diantaranya seperti asas keterpisahan kekayaan, penyelenggaraan dalam sistem pendanaan, pembinaan dan pengawasan, maupun penundaan manfaat, serta asas kebebasan untuk tidak/membentuk dana pensiun.


“Selain asas-asas itu, juga ada jenis dan program. Seperti Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). DPPK ini diselenggarakan oleh pemberi kerja untuk karyawannya sendiri. Sedangkan DPLK, dibentuk oleh bank atau asuransi jiwa untuk perorangan maupun kelompok,” papar pria yang akrab disapa Gatot ini.


Sekadar diketahui, OJK berwewenang secara keseluruhan dalam sistem pengawasan dana pensiun. Seperti tertera pada UU No. 11 tahun 1992 tentang dana pensiun, PP No. 76 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja, PP No. 76 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan dan Ketua Bapepam-LK dan Pengawasan OJK.


OJK TERUS TRANSISI

Fungsional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selain menjadi regulator, pengawas perbankan, pasar modal dan IKNB, juga harus sesuai UU No. 21 tahun 2011.


Perlu diketahui, pada 22 Nov 2011, UU OJK disahkan tentang Pengawasan Pasar Modal dan IKNB masih berada di Bapepam-LK dan pada 31 Desember 2012 pengaturan dan pengawasan pasar modal & IKNB beralih ke OJK.


Seiring berjalannya waktu, OJK terus bertransisi, hingga tentang pengaturan dan pengawasan perbankan juga beralih kepada OJK pada 31 Desember 2013, dan pada 1 Januari 2014 OJK telah mulai beroperasi secara penuh. Sedangkan, pengawasan perbankan selama ini masih berada di Bank Indonesia (BI).


Namun, yang menjadi catatan tersendiri yakni, transisi dari BI dan Bapepam-LK ke OJK meliputi transisi kewenangan SDM, dokumen dan penggunaan kekayaan. Sementara, OJK terbentuk sebagai respons atas kompleksitas di sektor jasa keuangan. Diantaranya meliputi perkembangan sistem keuangan dan permasalahan di sektor keuangan.


“Dalam hal ini, UU Bank Indonesia mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan,” ujar Direktur Literasi dan Edukasi OJK.


Visi dari OJK yaitu, menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global.


Sedangkan misi dari OJK sendiri terbagi menjadi tiga. Diantaranya, yakni mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabet. Sedangkan yang kedua, mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.


“Misi kami, memang ada tiga, salah satunya yaitu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan ini yang menjadi prioritas kami sebagai pengawas jasa keuangan,” tutur Agus.


Terkait dengan Edukasi dan Perlindungan Konsumen, sebagian besar masyarakat belum memiliki informasi yang memadai mengenai layanan dan produk lembaga keuangan formal.” @dony


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment