LENSAINDONESIA.COM: Gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Madiun yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Madiun (FMPM), mengundurkan diri dari tim advokasi (pembela) Paguyuban Pedagang Asongan Stasiun Madiun (Pasma), sejak Selasa (01/04/2014).
Gabungan LSM yang terdiri dari LSM Wahana Komunikasi Rakyat (WKR), Pedal, Mumpuni, Abimantrana dan LBH Bhirawa itu, sebelumnya sangat getol mendampingi para pedagang asongan dalam memperjuangkan tuntutan mereka untuk dapat kembali berjualan di dalam Stasiun Besar Madiun.
Baca juga: Pedagang asongan Madiun seret pocong ke kantor PT KAI dan Mediasi gagal, pedagang Stasiun Besar Kota Madiun demo lagi
Koordinator LSM Abimantrana Herutomo menjelaskan, mundurnya FMPM ini, karena adanya pihak-pihak yang menunggangi pedagang asongan dalam memperjuangkan nasibnya. Herutomo menuding, Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dipromotori oleh Firmannoel Telusa, telah menjadi penyusup dalam gerakan itu.
“Gerakan pedagang asongan, sekarang ini tidak murni. Dan itu menyimpang dari tujuan awal. Karena pada aksi di gedung DPRD Kota Madiun 26 Maret lalu, Firman dari DPK-SRMI dengan memakai baju PRD mengambil alih dan memimpin asongan ke gedung DPRD. Padahal kita saja tidak pernah membawa nama FMPM. Karena ini murni gerakan asongan,” terangnya kepada lensaindonesia.com, Selasa (01/04/2014).
Menurut Herutomo, Ketua Pedagang Asongan, Hadi Suloso, juga sempat menuntut ganti rugi kepada pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 100 juta per orang, sebagai bentuk kompensasi kalau pedagang asongan tidak boleh berjualan di dalam stasiun.
“Ini menjadi indikator adanya penyusup. Karena saat ini bukan solusi lagi yang menjadi tuntutan pengasong. Tapi ganti rugi. Masa Hadi Suloso menuntut ganti rugi ke KAI senilai Rp 100 juta. Itu kan tidak wajar. Kalau tidak ditunggangi, pasti tidak akan seperti itu,” lanjut Herutomo.
Namun jika suatu saat pihak Pasma meminta bantuan hukum kepada FMPM, lanjut Herutomo, pihaknya tetap akan menerima kembali.
“Kami atas nama FMPM tidak lagi mendampingi dan berperan aktif dalam gerakan Pasma. Tapi kalau asongan meminta bantuan kami dalam aspek hukum ya tetap kita bantu,” pungkas Herutomo.
Sementara itu dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bhirawa, Rozy Pamuji, mengatakan, dirinya hanya mundur dari pergerakan. Namun berkaitan dengan masalah hukum, sesuai amanat Undang-Undang Advokad, pihaknya tetap membela para pedagang asongan jika sewaktu-waktu diminta.
“Saya mundur di pergerakannya. Tapi kalau masalah advokasi yang berkaitan dengan hukum, sesuai perintah undang-undang, jika mereka minta didampingi, tetap saya dampingi. Contoh, masalah mengajukan yudicial review (uji materi) ke MK berkaitan tentang Undang-Undang Perkeretaapian, ya tetap kita yang maju,” terang Rozy Pamuji, pada LICOM.@dhimas_adi
0 comments:
Post a Comment