LENSAINDONESIA.COM: Muji Kartika Rahayu, salah satu tim kuasa hukum penyidik KPK, Novel Baswedan, menilai penahanan kliennya sebagai bentuk patahnya komando dalam Polri.
Sebagai kuasa hukum Novel Baswedan, pengacara Muji Kartika Rahayu pantas berang bukan main kepada Polri. Pasalnya, Presiden Jokowi sudah berkomentar dan memerintahkan kliennya tersebut tak ditahan dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga mengatakan hal serupa. “Itu bohong. Novel Baswedan ada surat penahanan dan dia menolak menandatangani Berita Acara Penahanan tapi polisi malah menahannya dan tidak mengikuti perintah Jokowi,” cecarnya, semalam.
Baca juga: Novel Baswedan jalani rekonstruksi penembakan pencuri hari ini dan Polisi geledah rumah dan istri Novel Baswedan
“Ini bukti ada yang patah dalam garis Komando Polri. Bagaimana Kapolri tetap satu komando dengan Wakapolri dan Kabareskim kalau ada garis komando yang patah,” terang Muji Kartika Rahayu di Gedung KPK, Jakarta.
Lebih lanjut, Muji Kartika Rahayu menuding pengusutan kasus Novel Baswedan oleh pihak Kepolisian tak berlandaskan hukum. “Motifnya bukan penegakan hukum. Ini motif nonhukum. Tidak bisa kita ngomong kasus Novel Baswedan untuk tidak dikaitkan dengan orang Mabes Polri yang diperiksa Novel sebagai penyidik KPK,” sambungnya.
Hingga tadi malam belum ada pengacara yang menemani Novel Baswedan di Bengkulu karena sepupu Menteri Pendidikan Anis Baswedan ini menolak pengacara yang diberikan Polri. Rekonstruksi perkara Novel direncanakan berjalan pukul 19.00 WIB, namun ditunda menjadi hari ini, Sabtu (2/4).
Sekedar diketahui, Novel Baswedan dijadikan tersangka pada 1 Oktober 2012 oleh Polres Bengkulu pasca memimpin penyidik KPK melakukan penggeledahan Gedung Korps Lalu Lintas Polri yang diikuti penerbitan surat panggilan terhadap terdakwa pencucian uang sekaligus korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo. Saat itu Irjen Djoko Susilo menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri.
Polres Bengkulu sendiri menduga Novel Baswedan telah menganiaya seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004, saat menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Namun ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo menghentikan kasus demi meredakan ketegangan Polri dan KPK. @*dc/andiono
0 comments:
Post a Comment