Saturday, August 23, 2014

Harga BBM bersubsidi harus dinaikan, Jokowi diuji warisan SBY

Harga BBM bersubsidi harus dinaikan, Jokowi diuji warisan SBY




LENSAINDONESIA.COM: Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan mewarisi masalah beban yang sangat berat dari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yaitu persoalan subsidi BBM yang kian membenani APBN.


Pakar Ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta, A. Prasetyantoko memprediksi pemerintahan Jokowi-JK bisa jadi harus menaikkan harga BBM bersubsidi akibat beban warisan itu.


Baca juga: Menunda pelantikan Jokowi-JK, skenario mengganggu agenda kenegaraan dan Jumlah mobil pengawal dikurangi, Paspampres izinkan Jokowi blusukan


“Publik harus tahu bahwa jika Jokowi-JK mengambil langkah menaikkan BBM semata-mata karena menanggung beban berat yang diwariskan pemerintahan SBY,” kata Prasetyantoko melalui pesan elektronik, Sabtu (23/08/2014) sore.


Prasetyantoko menilai konsumsi BBM bersubsidi selama ini terus meningkat, sementara Undang-undang membatasi bahwa komsumsi BBM tidak boleh melampaui 46 juta kiloliter. Padahal, hingga sejauh ini diprediksi, pada Oktober atau November, komsumsi minyak akan melampaui batas maksimal 46 juta kiloliter. Itu artinya, saat Jokowi-JK dilantik, mereka langsung menghadapi kendala yang bisa menimbulkan masalah besar bagi keuangan negara.


“Dalam kondisi seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi Jokowi-JK kecuali menaikkan harga BBM,” ujar dia


Di pihak lain, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, menyarankan presiden terpilih Joko Widodo berhati-hati dalam mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM).


Menurut Dradjad, kenaikan harga BBM menjadi ujian pertama di masa pemerintahan Jokowi.


“Kenaikan harga BBM jadi ujian pertama di bidang ekonomi untuk Jokowi,” kata Dradjad, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2014).


Selain harga BBM, kata Dradjad, neraca transaksi nasional juga sedang dihadapkan dengan defisit yang semakin meningkat. Jokowi ia anggap harus berani mengambil kebijakan tak populer agar anggaran negara tak terus terbebani, salah satunya dengan cara mengurangi subsidi BBM.


Dalam posisi ini, ujian akan kembali datang karena kebijakan yang diambil Jokowi harus tetap berpihak pada rakyat meski tak populer. Ia khawatir akan ada gejolak jika kebijakan yang diambil Jokowi hanya menguntungkan golongan tertentu.


“Geopolitik ekonomi dunia cenderung kurang bagus, ada peningkatan kemungkinan perang dingin Rusia dengan barat. Kita lihat nanti, kebijakan Jokowi hanya berpihak pada rakyat, atau hanya untuk kaum kapitalis. Karena ujian ini tidak muncul saat Jokowi berkampanye,” ujarnya.


Di lokasi yang sama, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan bahwa menaikkan harga BBM merupakan pilihan sulit yang dihadapi Jokowi. Pasalnya, partai yang membesarkan Jokowi, PDI Perjuangan, selalu memberikan penolakan keras saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menaikkan harga BBM.


“Kita harus putar video saat PDI-P menolak kenaikan harga BBM. Sama dengan menjilat ludah sendiri, dan masyarakat akan menganggap partai politik tak konsisten,” pungkasnya.@ridwan_LICOM/kom


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment