Saturday, September 27, 2014

LBH Jakarta geram ‘sinetron picisan’ Pilkada via DPRD, ini 5 alasannya

LBH Jakarta geram ‘sinetron picisan’ Pilkada via DPRD, ini 5 alasannya




LENSAINDONESIA.COM: LBH Jakarta menilai sidang paripurna DPR mengesahkan RUU Pemilihan Kepala Daerah menjadi UU, memutuskan Pemilihan Kepala Daerah langsung dikembalikan ke DPRD bak “sinetron” (cerita picisan).


Praktis, UU yang disahkan akan menggantikan ketentuan lama, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang mengatur pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dan calon perseorangan.


Baca juga: Wow! Hastag#ShameOnYouSBY tandingi kata Jokowi tembus 250ribu Tweets dan Senat UIN: Pak Polikus! Kok, tega mainin nasib jutaan rakyat sih?


Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta, menanggapi “sinetron” itu, menyampaikan sikap lembaganya. “LBH Jakarta menolak putusan DPR RI yang mengesahkan UU Pilkada yang mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD,” katanya dalam keterangan persnya kepada Licom, Sabtu (27/9/14).


Ia menjelaskan, “Ada lima (5) alasan LBH Jakarta menolak Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD.”


Pertama, DPR dalam putusannya tidak menyuarakan kehendak rakyat namun justru mengkorupsi kehendak dan daulat rakyat untuk kepentingan kelompok dan memperkuat oligarchy partai politik.


Kedua, DPR tidak memiliki (ratio legis)-dasar yang kuat untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat kembali ke pemilihan melalui DPRD; DPR mengabaikan begitu saja rasio sosio historis, filosofis, dan yuridis pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.


Pemilihan langsung kepala daerah adalah tuntutan reformasi atas praktek politik transaksional pemilihan kepala daerah melalui DPRD di masa lalu yang menghasilkan pemimpin korup yang justru menjadi pelayan partai bukan pelayan rakyat.


Ketiga, Keputusan DPR bentuk langkah mundur demokrasi Indonesia dan akan semakin menurunkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan serta kepercayaan rakyat terhadap partai politik dan Pemerintah.


Keempat, Mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD akan menyuburkan praktek korupsi dan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional; Kelima, Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD Melanggar Konstitusi, mengabaikan hak memilih dan dipilih rakyat.


Terkait mekanisme pengisian jabatan kepala daerah, Febi tidak menafikkan sistem pemilihan langsung memiliki kelemahan namun seharusnya bukan diganti namun diperbaiki, karena pemilihan langsung adalah mekanisme demokrasi yang tepat untuk Indonesia saat ini yang partainya cenderung korup dan tidak berpihak pada rakyat.


Selanjutnya, Febi menegaskan, “Bahwa putusan DPR yang membungkam suara rakyat, akan segera berhadapan dengan arus kuat kehendak rakyat yang berdaulat yang akan bersuara melalui permohonan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Sebagai penjaga terakhir benteng konstitusi dan demokrasi Indonesia, semoga MK mampu mengembalikan daulat rakyat yang kini terkorupsi”. @licom


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment