LENSAINDONESIA.COM: Indonesia Public Institute (IPI) mengingatkan kembali terkait rawannya pembelotan suara jika musyawarah mufakat tidak tercapai dalam pembahasan RUU Pilkada dalam sidang paripurna Kamis besok (25/9) di DPR, dan akan diambil suara terbanyak (voting).
Pasalnya, Partai Demokrat seolah memberikan angin segar, mendukung Pilkada dipilih langsung oleh rakyat dengan 10 persyaratan di ujung rencana pembahasan paripurna.
Baca juga: Soal RUU Pilkada, Demokrat solid laksanakan perintah SBY dan Kader Demokrat berani tolak RUU Pilkada langsung, ini mengkhianati SBY
“Meskipun Partai Demokrat secara resmi menegaskan mendukung Pilkada langsung, tetapi bukan jaminan kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) akan memenangi pertarungan di RUU Pilkada,” ujar Direktur IPI, Karyono Wibowo di Jakarta, Rabu (24/9/14).
Peta politik yang belum menentu ini, ketika DPR mengesahkan RUU Pilkada dapat berujung di dua kemungkinan, yaitu Pilkada dikembalikan dipilih DPRD jika Demokrat bersikap abstein, atau mengalihkan suaranya (sebagian atau semuanya) untuk menolak Pilkada langsung. Namun, jika tetap konsisten pada keputusannya untuk mendukung Pilkada langsung, maka hanya terpaut suara tipis, yakni 14 suara.
“Pasalnya, jika 5 partai yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PKS, PPP dan PAN yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) masih solid, maka selisihnya hanya 14 suara. Jumlah kursi KMP sebesar 278. Sedangkan jumlah kursi KIH ditambah Demokrat sebesar 282. Jadi selisihya cukup tipis,” jelas Karyono.
Lebih lanjut peneliti senior ini menjelaskan, dengan peta kekuatan seperti itu, berarti KIH belum masuk pada zona aman untuk memenangkan opsi Pilkada langsung. Dengan selisih tipis seperti itu sangat rawan adanya gerakan pembelotan. “Meskipun, potensi pembelotan bisa terjadi di masing-masing kubu, baik di KIH maupun KMP,” terangnya.
Ia memandang, bahwa anggota DPR yang berpotensi membelot atau menelikung adalah dari anggota DPR yang tidak terpilih lagi (gagal Pileg) pada Pemilu 2014 lalu. “Mereka yang saat ini tidak memiliki jabatan strategis di struktur partai,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Karyono, yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan adanya serangan fajar untuk melakukan transaksi jual beli suara. Sebab, boleh jadi ada sebagian anggota DPR yang akan melakukan aksi profit taking (ambil keuntungan) di akhir masa jabatannya. “Lumayan untuk tambahan pesangon,” pungkasnya. @yuanto
0 comments:
Post a Comment