Thursday, October 23, 2014

Perbaiki nasib TKI, Jokowi stop angkat Menaker KKN mafia bisnis buruh

Perbaiki nasib TKI, Jokowi stop angkat Menaker KKN mafia bisnis buruh




LENSAINDONESIA.COM: Migrant Institute berpesan kepada Presiden Joko Widodo, agar tidak (stop) menunjuk calon menteri yang tidak memiliki KKN mafia bisnis terkait pengelolaan buruh migran.


Direktur Migrant Care Adi Candra Utama menegaskan, persoalan ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan tenaga kerja luar negeri (TKI) atau buruh migran, tampaknya belum banyak masuk dalam arus utama persoalan kemanusiaan di negeri ini.


Baca juga: Kapok 'dikadali'! PDIP ingin pimpinan komisi, musyawarah mufakat dan Cegah hambat pengumuman menteri, DPR siap balas surat Presiden Jokowi


Hal tersebut, lanjutnya, tercermin dari penanganan yang bersifat kuratif, dan hanya terjebak pada soal perlindungan saat terjadi sebuah kasus. “Singkatnya, persoalan TKI yang terus menjadi bulan-bulanan banyak pihak, hanya bergerak dalam level hilir, tidak sampai pada penataan sIstem kelembagaan (hulu) yang melibatkan tiga sektor penting persoalan buruh migran Indonesia: swasta, pemerintah, dan LSM Buruh Migran,” tandas Adi dalam keterangannya kepada LICOM, Kamis (22/10/14).


Salah satu persoalan kritis di sector hulu tersebut, menurut Adi, berkaitan dengan reformasi tata kelembagaan, yaitu menyoroti siapa yang akan menjadi Menakertrans baru di era Pemerintahan Jokowi-JK. Menteri yang salah satu tupoksinya adalah menangani persoalan buruh migran tersebut, dirasa penting untuk dipantau serta dikaji secara kritis dalam konteks dua hal, yaitu Kapasitas dan Keberpihakan.


“Secara Kapasitas (point of capacity), Menakertrans yang baru harus memiliki pemahaman komprehensif terkait aspek hukum dan tata kelola kelembagaan, yang jelas dari masing-masing Kementerian/ Lembaga yang memiliki sangkut-paut menangani buruh migran,” tandasnya.


Terkait aspek hukum, lanjutnya, Menakertrans baru yang dipilih oleh Presiden Jokowi, harus bekerjasama dengan Kemenlu untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 189 untuk menghapuskan diskriminasi terhadap profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang

rentan terhadap eksploitasi karena statusnya yang menjadi tenaga kerja informal (unskilled migrant worker).


“Sedangkan, terkait aspek kelembagaan, Kemenakertrans harus mampu menjadi leading sector yang tidak sekadar memiliki

fungsi koordinasi dengan K/L yang juga menangani buruh migran, tapi juga fungsi eksekusi mulai dari pra penempatan, saat di negara tujuan, juga saat kepulangan,” paparnya.


Secara Keberpihakan (point of standing), Menakertrans yang baru harus memiliki semangat serta mindset yang lebih berpihak kepada nasib buruh migran, sebagai seorang warga Negara (citizen) bukan sebagai konsumen (consumer). Persepsi sebagai Pahlawan Devisa bagi Buruh Migran harus segera dihentikan.


Karena itu, papar Adi, Menakertrans yang baru harus berani mengkampanyekan “Zero Death of Indonesian Migrant Worker” selama menjabat. Upaya-upaya tersebut hanya bisa berjalan, jika dan hanya jika Menakertrans, sebagai wakil dari pemerintah, melanjutkan pembahasan Revisi UU 39/2004 yang sarat bernuansa pasar. Yaitu, lebih menitikberatkan pihak swasta (PPTKIS) untuk mengurus nasib TKI seutuhnya.


Beberapa pasal yang harus segera dihapus, menurutnya, yaitu berkenaan dengan proses pendidikan calon TKI di daerah, aduan kasus di negara penempatan, hingga kewajiban penggunaan moda transportasi kepulangan bagi para TKI yang masih seutuhnya diurus oleh swasta. Dalam hal ini, Menakertrans yang baru harus memperjelas dengan cara membatasi kewenangan swasta dalam mengelola nasib TKI. Karena, faktanya, sudah terbukti pola-pola pasar seperti ini mengakibatkan banyaknya kasus eksploitasi terhadap TKI.


Atas dasar dua hal tersebut, maka Migrant Institute mengambil pernyataan sikap kepada Jokowi–JK sebagai berikut:


a.Menakertrans yang baru harus berasal dari dan memiliki track record jelas terkait keberpihakan terhadap buruh migran


b. Menakertrans yang baru tidak memiliki relasi (KKN) rantai bisnis (mafia) terkait pengelolaan buruh migran


c. Menakertrans yang baru harus siap mundur jika dalam masa menjabat tidak berhasil menghapuskan tiga aspek negatif yang selalu menjadi persoalan buruh migran: Dirty, Dark, and Dangerous (3D). @licom


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment