LENSAINDONESIA.COM: Keputusan penyanyi Perancis kelahiran Indonesia, Anggun C Sasmi yang membela terpidana mati kasus narkoba Serge Arezki Atlaoui terus berdatangan. Sejumlah orang menyebut sikap tersebut sebagai langkah yang tidak nasionalis.
Beberapa di antaranya juga menyesalkan Anggun yang tak menghormati hukum Indonesia. Bahkan ada sebuah surat yang beredar di media sosial Facebook milik Ephie Craze yang menyebut muak atas aksi yang dilakukan Anggun.
Baca juga: Fadli Zon: Indonesia hadapi dilema soal hukuman mati dan Presiden Jokowi minta negara lain hormati kedaulatan hukum Indonesia
Berikut petikan surat yang diposting 27 April lalu dan dikutip langsung dari FB-nya:
“Surat terbuka utk mbak Anggun C Sasmi
Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa mbak. Yang hanya menyimak berita di layar kaca dan layar HP saya. Sampai pada hari ini anak saya mengomentari keikutsertaan mbak mendemo pemerintah Indonesia yang memutuskan hukuman mati warga negara Perancis yang menjadi pengedar narkoba di Indonesia.
Anak saya berkata, “orang salah kok dibela?”, ini yang membuat saya pilu. Oleh sebab itu, sy menulis surat terbuka ini untuk mbak renungkan.
Apakah mbak tau apa saja akibat buruk narkoba? Saya rasa sebagai wanita cerdas yang sudah melanglang buana pasti mbak tau pasti akan hal itu. Tapi apakah mbak tau akibatnya bagi orang-orang terdekat yang mencintai orang yang terlibat dengan narkoba?. Saya rasa mbak tak memahami hal itu.
Saya adalah mantan istri dari seorang pecandu narkoba. Saya seorang ibu dari 2 org anak. Apakah mbak tau rasanya saat menangis memohon pada suami mbak untuk berhenti mengkonsumsi narkoba?. Saya ketakutan mbak!. Anak saya masih kecil waktu itu, 5,5 thn dan bayi 4 bulan.
Apakah mbak tau rasanya saat saya dicemooh orang saat suami yang seorang aparat negara dijebloskan ke sel tahanan karena kasus narkoba dan kehilangan pekerjaan selama 15 tahun dijalaninya?. Saya rasa mbak tidak tau.
Apakah mbak tau rasanya setiap hari besuk ke penjara atau menghadiri persidangan yang menguras emosi dengan menggandeng balita dan menggendong bayi di tengah tatapan iba dan bahkan mengejek dari orang-orang sekitar?. Saya rasa mbak tidak tau itu.
Apa mbak pernah menghitung berapa biaya yang saya habiskan setiap hari untuk membeli 4 pak rokok untuk para petugas dan napi jaga saat saya membezuk suami? Apa mbak bisa menghitung berapa biaya mengirim makanan dan uang transportasi ke penjara setiap hari bagi masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah seperti kami?.
Apa mbak tau sedihnya saya saat bayi saya terkena tifus di RS sementara suami saya di penjara? Apa mbak tau berapa biaya RS yang saya keluarkan tiap kali suami OD?
Apa mbak tau rasanya dijauhi sanak famili karena saya mempertahankan suami saya? Apa mbak tau perasaan anak-anak saya saat mereka melihat suami menghajar saya di depan mereka? Apa mbak tau rasanya saat suami memandang istrinya bagai musuh dan selalu mengancam membunuh?
Apa mbak tau rasanya kehilangan rumah, kendaraan, properti yang saya tabung dari kerja keras bahkan sejak sebelum saya menikah? Apakah mbak tau rasanya saat suami berpesta pora narkoba sana sini tanpa peduli tak ada makanan untuk anak istrinya di rumah?.
Apakah mbak tau rasanya dicurigai dan dituduh setiap hari oleh suami yang paranoid? Apakah mbak tau rasanya diselingkuhi berkali-kali hanya karena mengejar kepuasan memakai narkoba? Apa mbak tau rasanya saat anak menggigil ketakutan dalam pelukan saya?
Apa mbak tau rasanya mendengar anak saya bercerita dengan detail bagaimana suami saya menyiapkan peralatan untuk memakai narkoba?
Itu mimpi buruk di kehidupan saya mbak! Itu hanya contoh-contoh kecil mbak. Itu bukan skenario sinetron di layar kaca. Bukan juga cuma 1 atau 2 hari saja, tapi saya mencoba bersabar dalam 7 thn!. Bahkan dengan keadaan seperti itu saya masih bersyukur karena masih bisa mempertahankan kewarasan saya dan melindungi anak-anak saya.
Saya masih bersyukur karena bisa menutup mata, menulikan telinga, dan membungkam mulut demi anak-anak saya. Saya bersyukur masih bisa mengusap airmata dan mulai bekerja lagi.
Butuh bertahun-tahun bagi saya untuk merehabilitasi mental dan moral saya dan anak-anak saya.
Janganlah mbak berpikir saya adalah orang yang kolot dan tak tau perkembangan dunia. Saya tau itu. Di Bali sudah terlalu sering saya melihat klien-klien saya berpesta apapun, di sebuah pulau di Indonesia dan di Amsterdam saya melihat muda-mudi menghisap ganja di tempat-tempat umum. Saya tau itu.
Tapi hal itu bukan menjadi hal yang membuat saya akan menerima dan memakluminya. Saya muak melihat Freddy si gembong narkoba berbicara dengan santainya dan menjelaskan bahwa dia masih menjalankan bisnis narkoba dari balik tembok penjara, saya muak mendengar bahwa para sipir terlibat dalam hal ini, dan terlebih lagi, saya muak membaca surat mbak kepada Presiden Indonesia untuk menentang hukuman mati kepada warga negara Perancis itu, Serge Atlaoui dan bahkan mbak menyebut dia tulus dan jujur.
Apa maksud mbak sebenarnya?.
Dan sekarang, saya lebih muak lagi melihat mbak berdemo bersama mereka. Bahkan menyebut kami kuno. Tapi bagi saya, modernisasi bukanlah seperti yang mbak pikir.
Mbak memang hebat, punya prestasi luar biasa sebagai artis internasional. Dulu, saya sangat bangga memandang mbak di layar televisi, seorang wanita dari Indonesia yang bisa ke luar negeri, bisa berbahasa Inggris dan Perancis dengan fasih, dan menghasilkan album lagu dgn suara merdu mbak.
Saat mbak memutuskan menjadi warga negara Perancis, saya mencoba mengerti. Tapi yang saya tidak mengerti, untuk apa mbak menyurati presiden kami dengan sepenggal bahasa jawa dengan permintaan seperti itu?.
Sekali saja pemerintah kami membatalkan hukuman mati itu, tak akan ada lagi negara lain yang menghormati hukum di negara kami. Jangan masuk dengan narkoba ke negara kami, kalau masih takut mati.
Sudahlah mbak, mbak sudah warga negara asing sekarang, sudah kehilangan nasionalismenya dengan menentang UU negara kami. Silahkan mbak berkoar-koar di negara mbak.
Biarkan kami melindungi negara kami. Melindungi anak cucu kami. Mungkin saat mbak mempunyai anak nanti, barulah mbak bisa menyadari ketakutan kami.
Bagi saya, hukuman mati untuk dia akan menyelamatkan hidup banyak orang. Apabila mbak masih punya rasa cinta kepada Indonesia, kenapa mbak tidak kirimkan saja surat protes kepada negara yang menjatuhi hukuman mati kepada para TKI dan TKW Indonesia?
Bukankah mereka justru yang lebih membutuhkan pembelaan?.
Salam dari Indonesia, yang dulunya negara mbak.
Matur sewu sembah nuwun paringanipun kawigatosan dumateng kawulo.”
0 comments:
Post a Comment