Wednesday, September 24, 2014

Divonis 8 tahun, Anas sumpah: Siapa yang salah akan menerima kutukan

Divonis 8 tahun, Anas sumpah: Siapa yang salah akan menerima kutukan




LENSAINDONESIA.COM: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipkor) akhirnya menjatuhan vonis terhadap Anas Urbaningrum hukuman penjara 8 tahun dan denda Rp 300 juta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9/14). Anas menyatakan putusan hakim tidak adil karena tidak sesuai dengan persidangan.


“Saya menilai putusan hakim tidak adil karena tidak sesuai fakta persidangan,” kata Anas di depan majelis hakim.


Baca juga: Anas sebelum divonis, minta hakim adil dan tidak menghakimi politik dan Siang ini, Pengadilan Tipikor bacakan vonis Anas Urbaningrum


Anas saat diberi kesempatan majelis hakim menanggapi putusan, juga mentayakan, “Ijin majelis hakim yang mulia. Mohon diijinkan di forum yang terhormat ini, untuk melakukan mubahala, sapa yang salah akan menerima kutukan,” kata Anas, yang disambut teriakan pengunjung sidang.


Majelis hakim saat membacakan keputusannya, juga menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana dakwaan sekunder dalam perkara suap, melanggar pasal 12 huruf (a) atau (b) atau pasal 11 juncto pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dakwaan primer dan dakwaan ketiga yang dituntutkan jaksa dinyatakan tidak terbukti.


Majelis hakim juga tidak mengabulkan tututan jaksa KPK minta agar hak politik Anas untuk dipilih dalam jabatan publik. Selain itu, Majelis hakim menyatakan mengembalikan semua harta Anas yang disita.


Praktis, vonis ini lebih ringan dari tuntutan tim jaksa KPK yang meminta Anas agar divonis hukuman 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Jaksa KPK menyebutkan uang tersebut senilai fee proyek yang dikerjakan Grup Permai. Jaksa juga menuntut Anas supaya dicabut hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik.


Tuntutan Jaksa KPK itu terkait dakwaan bahwa Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mendirikan Grup Permai untuk mengumpulkan dana. Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk pencalonannya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Partai Demokrat pada 2010. Dengan tujuan untuk memuluskan maju menjadi presiden. Uang itu diperoleh dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.


Majelis hakim beranggota empat hakim agung sebelum menjatuhkan putusannya terjadi destination opinion atau beda pendapat. Di sisi lain, terkait tidak terbuktinya dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), majelis hakim menyitir pendapat saksi ahsli Prof Dr Andi Hamzah, bahwa bagaimana mungkin mencuci baju kalau bajunya belum dibeli. @endang/licom


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment