REDAKSI: Martin Aleida, sastrawan Indonesia, yang juga mantan wartawan Tempo membuat catatan pencermatan terhadap sosok Susi Pudjiastuti, perempuan berizasah SMP dan bertatto yang potensinya diendus Presiden Jokowi hingga menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan yang fenomenal –menteri pertama di Indonesia yang berizasah SMP–. Martin lahir di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada 1943 dan pernah menempuh studi linguistik di Georgetown University, Washington D.C, Amerika Serikat ini, seperti merasa perlu mengungkapkan perasaannya lantaran dua figur yang ini, belakangan di tengah masyarakat yang pro, juga semakin memantik ‘serangan’ tajam di berbagai media massa. Begitu pula di dunia media sosial. Berikut catatan Martin, yang juga sempat bekerja di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), di dinding facebook-nya, 30 Oktober 2014. .
Wahai Rapopo, kau yang sejak kemarin, bagai seorang kesatria menunggang kuda semberani, datang ke kaki Sinabung memenuhi janjimu saat kau usap kepala korban supaya memilihmu sebagai presiden.
Baca juga: Susi pimpin rapat, tegang; Bagaimana tanggungjawab ke anak cucu? dan Lulusan SMP diangkat Menteri KKP, pakar kelautan 'ngomel'
Kesatria! Memenuhi janji, membawa harapan dan bekal hidup buat mereka yang sumber kehidupannya sudah tandus oleh awan, debu panas. Kau tergerak karena empatimu pada mereka yang sedang bergelut dengan kesusahan.
Kucatat juga: ketika kau duduk di kursi yang setengah mati diincar pihak lain, kau berikan sesuatu yang melampaui para pendahulumu.
Kau menganugerahkan kekuasaan kepada begitu banyak perempuan. Kau menampik diskriminasi, juga terhadap perokok dan yang ingin melenggang sonder sebenang bra.
Rapopo, Sukarno silau oleh romantisme wanita. Sedangkan kau memuja kemampuan mereka. Aku sepakat denganmu, kalau berniat menyingkirkan kemiskinan, maka rangkunglah wanita.
Mereka faham benar apa arti kemiskinan yang menyengsarakan. Lelaki bisa lari menghindar bahkan dari peperangan. Merekalah yang bertahan demi anak dan keluarga. Merekalah yang paling menderita.
Ingin kusimpulkan, semua bencana buatan manusia kaumkulah, kaum pria, yang mencetuskannya. Kau datang mencoba menebus kesalahan yang diskriminatif itu.
Rapopo, kemarin aku menonton wawancara orang dekatmu yang cantik: Jeng (maaf) Susi. Kucatat juga kau tidak diskriminatif terhadap kertas yang bernama ijazah.
Susi cuma SMP. Padahal, prof doktor banyak, termasuk yang masuk penjara. Prestasi hidup Susi bikin geleng kepala.
Cuma bahasa Indonesianya seperti ikan dalam keranjang, campur baur. Tak apa, karena suaminya Jerman.
Yang terang lafal Inggrisnya menurutku lebih dari para pejabat terdahulu, termasuk orang nomor satu. Itu menurut aku yang Toefl score nya cuma 300 hehehe…
Salam
0 comments:
Post a Comment