LENSAINDONESIA.COM: Di Indonesia selama ini ternyata tidak banyak pelabuhan yang dibangun pemerintah. Faktanya, lebih dari 140 pelabuhan internasional yang tersebar di wilayah Indonesia merupakan pelabuhan laut yang dibangun dari hasil peninggalan kerajaan Nusantara dan pemerintah kolonial Hindia Belanda abad 18 dan 19. Ironisnya, aktivitas bongkar muat kapal di Indonesia selama ini masih minim.
Lantaran aktivitas minim, sehingga aset pelabuhan mangkrak. Akibatnya, biaya logistik semakin tinggi, bahkan mencapai 30 persen dari harga bahan baku.
Baca juga: Jokowi ingin Indonesia poros maritim dunia, bukan isapan jempol dan Universitas Gajah Mada beri buku putih Jokowi pimpin Indonesia
“Hanya 10 persen efisiensi keluar masuk kontainer membawa barang dari pelabuhan,” kata Ketua Umum Masyarakat Tranposrtasi Indonesia (MTI), Prof Dr Ir Danang Parikesit MSc, dalam panel ahli yang mendiskusikan kebijakan ekonomi berbasis maritim pada Kongres Maritim Indonesia di kampus UGM, Rabu (24/9/14).
Danang mengatakan transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menekan angka inflasi, karena disparitas harga antar wilayah makin rendah. Namun, tingginya biaya logistik itu menyebabkan harga jeruk Pontianak lebih mahal ketimbang jeruk dari Tiongkok.
Bahkan, lanjut Danang, untuk biaya bongkar muat dan kirim kargo ke Papua jauh lebih mahal ketimbang ke Luxembur.
“Soalnya setiap kapal pulang dari kawasan timur tidak banyak muatan yang dibawa. Sehingga, biaya dibebankan pada kargo yang diberangkatkan sebelumnya dari Jawa,” kata Guru Besar Teknik Sipil UGM ini menyontohkan.
Selain itu, kata danang lagi, biaya transportasi juga bisa menambah 20-25 persen harga akhir dari produk pertanian. Tapi, kenyataannya kurang dari 2 persen produk pertanian yang bisa diangkut oleh kapal.
Mahalnya biaya logistik ini, menurut Danang, menjadikan trasportasi maritim Indonesia tidak masuk dalam daftar peta perdagangan maritim dunia. “Yang ada hanya Singapura dan Malaysia,” katanya. Artinya, trasportasi maritim di Indonesia tidak lebih unggul atau kalah dibanding Singapura dan Malaysia.
Selain Danang Parikesit, hadir sebagai nara sumber, Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konsevasi Energi, Kementerian ESDM, Agung Prasetyo, ST, MT, Direktur Industri Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs. Agus Priyono, MM, dan Angota Dewan Kelautan Indonesia, Dr Ir Son Damar, MSc. @licom-09
0 comments:
Post a Comment