LENSAINDONESIA.COM: Keputusan Partai Demokrat mendukung Pilkada dipilih langsung rakyat, diyakini jadi angin segar citra Demokrat di masyarakat. Jika dalam rapat paripurna pengesahan di DPR nanti, ternyata ada kader Demokrat yang menolak, itu identik membangkang keputusan ketua umum partai, Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kalau sampai suara Demokrat terpecah, namanya tidak mematuhi perintah ketua umum. Itu berarti mendeligitimasi marwah ketua umumnya. Kalau sampai berlawanan, ya menjatuhkan wibawa SBY,” tegas Ketua Fraksi Partai Hanura Syarifuddin Sudding mengomentari pro dan kontra RUU Pilkada yang semakin panas, Jakarta, Selasa (23/9/14). Artinya, pembangkang jelas jadi pengkhinat partai atau terhadap SBY.
Baca juga: Gonjang-ganjing RUU Pilkada di DPR bakal berakhir Kamis dan Paripurna RUU Pilkada, anggota Fraksi Golkar diprediksi membelot
Pro kontra RUU Pilkada yang makin dinamis, Sudding meyakini bahwa setiap fraksi akan mengawal keputusannya melalui anggotanya di fraksi dalam sidang paripurna DPR yang rencananya dilakukan 25 September nanti.
Di dalam sidang itu, akan mengambil keputusan terkait RUU ini. Dan, jika tidak terjadi musyawarah mufakat, maka pengambilan keputusan dilakukan melalui penghitungan suara terbanyak.
Sementara, khusus untuk Fraksi Partai Hanura, Sudding mengungkapkan, jika pihaknya terus konsisten dan tetap mengawal sistem Pilkada langsung. “Kami sudah ambil sikap, tidak akan goyah,” jelasnya.
Anggota Komisi III DPR ini menegaskan, untuk memuluskan Pilkada langsung, pihaknya mengimbau kepada seluruh anggota yang berjumlah 17 orang di Fraksi Hanura untuk hadir dalam sidang paripurna.
“Hanya ada satu orang yang kemungkinan tidak bisa hadir karena ada tugas ke luar negeri dalam rangka BKSP,” ujar Sudding.
Sebelumnya, SBY menilai rakyat sudah terbiasa dengan Pilkada langsung. SBY juga menilai sistem tersebut cocok dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Belakangan, Demokrat berubah sikap dari mendukung Pilkada lewat DPRD menjadi Pilkada langsung. @yuanto
0 comments:
Post a Comment