LENSAINDONESIA.COM: Penulis buku “Shocking Japan : Sisi Lain Jepang yang Mengejutkan”, Junanto Herdiawan, punya cara tersendiri saat travelling ke tempat-tempat wisata. Bila yang lain biasanya berfoto dengan gaya mainstream, ia mengenalkan gaya berfoto yang tidak biasa yaitu terbang!
Sejak muda, Iwan – panggilan akrabnya – sudah terbiasa untuk berkeliling mengunjungi tempat-tempat wisata. Dan halnya seorang traveler, selalu memanfaatkan setiap lokasi untuk berfoto narsis. “Tapi waktu itu posenya masih standar, bersedekap, berdiri biasa atau mengacungkan jari victory,” ujarnya sembari mengacungkan dua jarinya.
Baca juga: Ini dia 10 lokasi tempat yang jadi favorit untuk selfie dan Rayakan Natal dan Tahun Baru di China
Namun, sekitar tiga tahun lalu pandangannya mengenai bagaimana mengabadikan diri di sebuah tempat wisata berubah total. Saat bertugas ke Tokyo, dia melihat iklan Art Media dengan pose seorang gadis yang tengah berpose melayang. Belakangan,nama perempuan itu adalah Natsumi Hayashi yang dikenal sebagai Floating Girl from Tokyo.
“Waktu Natsumi membuat pameran fotografi, saya akhirnya berkenalan dan bertanya langsung pada dia apa itu foto levitasi,” ceritanya sembari mencontohkan posisi awal untuk berfoto levitasi.
Dari Natsumi, dia mengetahui bahwa foto levitasi tidak menggunakan aplikasi ataupun trik kamera. Semuanya merupakan seni berpose “melayang” dengan menggunakan gerak fisik. Iwan menceritakan ada beberapa jenis levitasi yaitu levitasi horizontal maupun levitasi miring.
Ada pula levitasi dengan posisi duduk. Semuanya menggunakan keterampilan dan kekuatan fisik untuk bisa melayang. Iwan menjelaskan foto levitasi berbeda dengan jump shot, yang memperlihatkan ekspresi meloncat. “Kalau levitasi, ekspresinya harus senatural mungkin,” bebernya.
Ada banyak pengalaman yang diperoleh selama melakoni traveling sembari foto levitasi. Tentu yang paling banyak adalah rasa penasaran orang-orang melihat aksinya melompat-lompat untuk sebuah pose. Di banyak tempat dia selalu ditanya mengenai aktivitasnya.
“Tapi ini berbeda di Jepang yang orang-orangnya cuek,” kata pria yang pernah tinggal tiga tahun di Negeri Sakura itu.
Tetapi berbeda dengan ketika di Amerika, aksi yang dilakukannya selalu menarik perhatian. Bahkan ketika dia berlevitasi di Washington DC dan membaginya ke Instagram, salah seorang follower mengajaknya untuk bertemu. Keinginannya hanya satu yaitu ingin memastikan foto-foto yang diposting Iwan tidak menggunakan trik kamera maupun aplikasi smartphone. Permintaan tersebut diluluskan. “Setelah dia tahu, pria tersebut terkagum-kagum,” kata pria 42 tahun tersebut.
Kehebohan berfoto levitasi ini seolah menyambung kehebohan lain ketika dia membawa tongsis atau tongkat narsis ke luar negeri. Diakuinya banyak masyarakat luar negeri yang terheran-heran dengan monopod ala kreasi anak Indonesia.
Dijelaskan, masyarakat fotografi maupun awam mengenal tripod maupun monopod, namun tidak dengan tongsis yang dibawanya. “Saking penasarannya, sampai ada yang menawar tongsis saya,” ujarnya terbahak-bahak.
Salah satu foto yang cukup menantang adalah berlevitasi di tanah kelahirannya, Jakarta. Spot yang dipilihnya tentu ikon kota tersebut adalah Monumen Nasional (Monas). Dianggap menantang karena areal tersebut banyak sekali orang mondar-mandir sehingga nyaris tidak ada spot kosong. Pada akhirnya, usai berputar-putar dia menemukan titik yang tepat untuk berfoto levitasi. “Memang niat banget kepengen foto disana,” katanya terkekeh.
Iwan mengatakan tidak pernah meniatkan secara khusus untuk levitasi di lokasi tertentu, namun dia sendiri selalu siap untuk berpose terbang. Bahkan, di beberapa fotonya dia mengenakan kostum tertentu sehingga menciptakan kesan yang seru dan heboh. Mulai dari kostum airsoft gun, pakaian tradisional suku Ainu, kostum Kaisar Cina hingga seragam paskibraka.
Kegiatannya berlevitasi ini juga membuatnya mampu menerbitkan sebuah buku “Flying Traveller, Berburu Momen Anti Mainstream” yang diterbitkan sekitar bulan Mei tahun lalu. Di buku tersebut, selain menjelaskan mengenai lokasi-lokasi wisata yang dia kunjungi, juga menampilkan foto-foto levitasinya. Iwan juga menulis dua buku lain berjudul “Shocking Japan : Sisi Lain Jepang yang Mengejutkan” dan “Japan Aftershocking : Kisah-kisah Berani Menghadapi Tsunami”.
Namun, hasil foto levitasi lengkap diposting di Instagram dengan akun yang sama dengan namanya. Tidak ada kamera canggih yang digunakannya, hanya menggunakan smartphone yang memiliki kamera mumpuni. Hasilnya, pengelola blog instagram.com melakuakn regram (menayangkan ulang foto seorang instagrammer) di web Instagram.
Selain itu, akun Junanto Herdiawan juga dipilih oleh situs Buzzfeed sebagai salah satu dari 21 akun Instagram paling kreatif di tahun 2013. Dia juga diwawancarai sejumlah media nasional maupun majalah luar negeri untuk diangkat mengenai profil levitasinya. “Follower Instagram saya juga mendadak banyak,” katanya sembari tertawa.
Tapi ditegaskannya, Iwan tidak hanya berfoto-foto di sela-sela kegiatan dinasnya maupun ketika jalan-jalan ke tempat wisata. Dia selalu menyempatkan untuk melihat lokalitas tempat tersebut. Mulai dari lingkungan, interaksi sosial maupun kuliner khas kota tersebut. Menurutnya, dengan memahami kebudayaan yang berkembang di masing-masing daerah bisa membuka mata atas perbedaan antar sesama dan menumbuhkan toleransi.
“Dengan melihat banyak tempat, kita bisa lebih toleransi melihat keragaman budaya,” katanya.
Baginya, levitasi tidak sekedar beraksi foto “terbang” tetapi memiliki makna filosofi tersendiri. Bagi Iwan, levitasi menjadi sebuah passion yang membuat hidup jadi berwarna dan bertambah makna. Levitasi mengajak pelakunya keluar dari belenggu rutinitas keseharian dengan ‘melawan’ gravitasi. “Jadi tidak sekedar melompat, tetapi kita berlevitasi. Melepas segala belenggu,” pungkasnya. @sita
0 comments:
Post a Comment