LENSAINDONESIA.COM: Sebuah laporan mengejutkan mengungkap bahwa tujuh dari 10 anak-anak mengalami kekerasan di sekolah. Indonesia menjadi negara dengan prosentase terbesar kasus kekerasan anak.
Riset bertajuk “Promosi Persamaan dan Keamanan di Sekolah” dilakukan oleh ICRW dilakukan di lima negara selama 2013 dan 2015 lalu. Laporan tersebut meneliti pengalaman kekerasan yang dialami pelajar, termasuk kekerasan berdasarkan gender, kekerasan di seklah, perjalanan ke sekolah dan di rumah. Penelitian dilakukan di lima negara yaitu Kamboja, Vietnam, Indonesia, Pakistan dan Nepal.
Baca juga: Lindungi siswa, Polres Pelabuhan Tanjung Perak gandeng Psycolog dan Siksa tahanan anak, anggota Polres Bangka Selatan dilaporkan Kapolri
Hasil ini dirilis oleh LSM hak anak, Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW). Laporan menemukan bahwa kekerasan anak-anak paling banyak terjadi di Indonesia sebanyak 84 persen. Sedangkan yang terendah terjadi di Pakistan sebanyak 43 persen.
Meski begitu, tujuh dari 10 anak tersebut mendapat kekerasan ketika berada di sekolah. Dan yang mengkhawatirkan 43 persen pelajar tidak melakukan apapun saat menyaksikan temannya mengalami kekerasan di sekolah.
Laporan ini juga menyampaikan rekomendasi spesifik, termasuk program berbasis sekolah untuk mengubah sikap dan tindakan berdasarkan gender dan kekerasan, kontinyuitas perlindungan, serta pemberlakuan hukum dan perda untuk menghapus kekerasan terhadap anak.
“Tiap anak punya hak untuk pendidikan berkualitas, bebaas dari kekerasan dan ancaman kekerasan,” kata Asia Regional Director of Plan International, Mark Pierce, dalam rilisnya Selasa (3/3/2015).
“Plan bekerjasama dengan para pendidik, pemerintah, orang tua dan pelajar agar rekomendasi ini dilaksanakan dan memastikan bahwa kekerasan tidak diterima di sekolah, di rumah atau dimanapun dalam kehidupan anak-anak ini.”
“Laporan ini sangat penting,” kata Nandita Bhatla, Senior Technical Specialist at ICRW.
“Ini menekankan bagaimana bias gender dan kekerasan sebenarnya terjadi. Anak-anak membagi bagimana pengalaman dipermalukan, penyalahgunaan bahasa, dan bentuk kekerasan emosional lainnya yang membuat sekolah jadi tidak aman,” katanya.
“Yang memprihatinkan, anak-anak tidak percaya pada orang dewasa di sekitarnya,” ujarnya.
Laporan ini terdiri dari sejumlah kekerasan, termasuk fisik dan kekerasan seksual, kekerasan emosional dan ancaman kekerasan yang jadi endemik di negara-negara ini.
Kekerasan di sekolah marak dan dilakuan oleh guru, staf sekolah, antar teman dan dari anggota keluarga.
Kekerasan semakin parah berdasarkan stereotip gender. Yaitu perempuan didefinisikan sebagai pemalu dan penurut. Sedangkan anak laki-laki sebagai dominan dan agresif. @sita
0 comments:
Post a Comment