Saturday, March 14, 2015

Konsultan e-budgeting Pemprov DKI mengaku hanya dibayar Rp66 juta

Konsultan e-budgeting Pemprov DKI mengaku hanya dibayar Rp66 juta




LENSAINDONESIA.COM: Total honor yang diterima empat orang pembangun sistem e-budgeting dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, akhirnya terkuak. Berdasarkan nota kesepakatan antara Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI dengan empat pembangun sistem mutakhir itu yang diperoleh LensaIndonesia.com, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp144,3 juta.


Adapun honor yang diterima tiap orang bervariatif. Gagat Sidi Wahono misalnya, memperoleh Rp34,25 juta per bulan. Lalu Caesar Bayu Bentala Tirta memperoleh Rp15.15 juta setiap bulan. Kemudian, Erwin Hari Praseno mengantongi Rp13,65 juta per bulan dan Septa Ringga Daniarta mendapatkan Rp9,1 juta tiap ulannya. Itu, sudah termasuk pemotongan pajak penghasilan (PPh) 2,5 persen.


Baca juga: Kemendagri temukan proyek siluman Rp 7 triliun di APBD DKI 2015 dan Ahok marah istrinya akan dipanggil Panitia Angket


“Para pihak sepakat, bahwa pembayaran dilakukan sepenuhnya secara tunai setelah pihak kedua menyelesaikan pekerjaan dan menyerahkan laporan hasil pelaksanaan pekerjaan kepada pihak pertama,” demikian bunyi Pasal 5 dokumen tersebut.


Berdasarkan dokumen yang ditandatangani 28 Oktober 2013 tersebut, mereka berempat dikontrak selama dua bulan hingga 20 Desember dan bisa diperpanjang, bila pekerjannya urung rampung. Masih sesuai nota kesepatan yang memuat enam pasal dan dari pihak pemprov diwakili Kepala Bidang Anggaran BPKD DKI, Asiansyah ini, Gagat cs ditugaskan beberapa hal terkait e-budgeting.


Tugas itu seperti menyiapkan sistem informasi penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) serta memberikan sosialisasi dan bantuan teknis implementasi sistem informasi penggaran eletronik berbasis web. Selain itu, mereka diminta memberikan pendampingan sistem informasi penyusunan anggaran berbasis elektronik dalam penyusunan rencana kerja anggaran (RKA) dan (daftar pelaksanaan anggaran) DPA satuan/unit kerja perangkat daerah (SKPD/UKPD) tahun 2014.


Saat dihubungi, Gagat menerangkan, dia dan ketiga rekannya hanya menerima honor sesuai kontrak tersebut. Artinya, walaupun jasanya masih dipakai saat penyusunan APBD 2015, namun tak menerima upah lagi.


“Terkait gaji, cuma dua bulan. Sekarang cuma proyek terima kasih. Pokoknya, saya terima gaji satu kali, Rp66 jutaan,” ucapnya, Minggu (15/3/2015).


Saat disinggung lebih jauh, anggota Bidang Pengawas Keuangan Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI) Jawa Timur periode 2011-2015 ini hanya mengatakan, “Lebih lanjutnya, bisa ditanyakan ke BPKD.”


Terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik, meragukan pernyataan tenaga ahli di PT Seecons, perusahaan konsultan tersebut. Kata dia, sangat tidak mungkin seseorang yang ditugaskan mengerjakan sesuatu yang penting tanpa cuma-cuma.


“Masak saat penyusunan APBD 2014 dan 2015 kemarin jasanya gratisan? Apalagi, dia bukan warga Jakarta. Artinya, saat proses input, dia kan butuh biaya yang tak sedikit hanya untuk akomodasi,” bebernya.


Ketua Koalisi Merah Putih (KMP) DKI ini pun mengkritisi nota kesepakatan tersebut, khususnya menyangkut honor yang diterima dan dasar hukumnya. “Sebelumnya Ahok bilang, pakai e-budgeting karena sesuai hasil telaah KPK, BPK, dan

BPKP. Tapi, kenapa itu tidak dimasukan sebagai dasar nota kesepakatan dilakukan?” tanya dia.


“Kalau saya jadi Gagat, disuruh mengurusi pekerjaan tersebut, tentu enggak mau. Ini merusak pasaran honor tenaga ahli. Masak murah begitu? Memanggnya enggak ada SOP (standart operational procedure)-nya?” tanya Taufik lagi.


Berdasarkan temuan di laman lpse.go.id, ternyata Pemprov DKI kembali menggelar tender untuk pendampingan sistem e-budgeting pada tahun lalu. Adapun harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 49,5 juta dengan sumber dana APBD 2014 pada DPA BPKD.


Di sisi lain, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI, Heru Budi Hartono menjelaskan, tender yang dilakukan pemprov terkait e-budgeting dan selalu menunjuk Gagat cs tergolong murah, lantaran tidak mengeluarkan biaya untuk pengadaan sistem.


“(Membayar honor tanpa membeli sistem) itu kelebihan Pak Gagat. Dia bilang, enggak usah sistem kami dibayar. Yang penting, ini bisa buat kemajuan Indonesia,” klaimnya.


Gagat, kata Heru, meminta demikian, karena lulusan Universitas Airlangga itu senang sistem yang dikembangkannya diterapkan di Ibukota, selain Surabaya sebelumnya. @fatah_sidik


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment