MEMBICARAKAN persoalan kota Jakarta tentu tidak ada habisnya. Hampir setiap harinya masalah yang menghinggapi ibu kota negara terus dibicarakan oleh warganya sendiri ataupun masyarakat yang kebetulan bekerja atau lagi berkunjung ke daerah ini.
Sebagai ibu kota negara, Jakarta punya perlakuan khusus dari negara. Karena itu dalam wilayah administrasi kenegaraan, daerah ini dinamakan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta.
Dengan segudang masalahnya terutama macet dan banjir, Jakarta sampai hari tetap sebagai ibu kota negara (walaupun ada wacana untuk memindahkannya) dan masih tetap menghadirkan pesona bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bisa hadir dan datang di kota ini.
Jakarta tidak hadir bukan hanya sebagai kota pemerintahan akan tetapi juga sudah hadir sebagai kota bisnis dan wisata tentu harus menyamankan warganya maupun tamunya. Namun kenyataan ternyata berkata lain, kesemrawutan karena macet, infrastruktur penanganan banjir yang tidak maksimal menjadikan Pemerintahan Jakarta menjadi bulan-bulanan hujatan dari warganya.
Sejak pemilihan gubernur tahun 2012 yang diikuti pasangan Jokowi-Ahok warga Jakarta sangat antusias menyambut pasangan ini. Dan walhasil, pasangan ini berhasil mengambil hati warga Jakarta dan memenangkan pemilihan. Akan tetapi belum sampai 5 tahun pasangan ini menangani Jakarta, Jokowi lebih dulu mengambil jalan pintas untuk meletakkan jabatannya sebagai gubernur dengan mengikuti pemilihan presiden 2014 dan berhasil memenangkannya.
Menjabat sebagai gubernur sejak dilantik oleh Presiden Jokowi, Basuki Tjahya Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok tidak juga lepas dari kontroversi. Dengan gaya ‘blak-blakan campur tegas’, Ahok ternyata menghadirkan masalah baru bagi warganya.
Sejak 100 hari menjabat sebagai gubernur, Ahok belum memberikan gambaran akan menghadirkan pelayanan maksimal bagi warganya. Bahkan, banjir besar Jakarta yang terjadi ditahun 2012 justru terjadi kembali disaat Ahok baru beberapa hari menjabat sebagai gubernur, dan alasan yang dikemukakan, banjir yang terjadi dikarenakan ada sabotase.
Tak hanya itu, komunikasi yang terkadang dilandasi kemarahan juga sering dilakukan oleh Ahok. Tercatat Ahok dalam beberapa kesempatan justru mengajak warganya untuk berkelahi ketika warganya ingin mengadu kepada Ahok sebagai pemimpinnya. Sebuah komunikasi yang tidak lazim dari seorang pemimpin kepada rakyatnya.
Hal yang tidak kalah beratnya adalah persoalan dengan pihak DPRD DKI Jakarta. Dalam pengajuan rumusan APBD yang telah disusun bersama DPRD ternyata yang diserahkan ke Kementrian Dalam Negri adalah rumusan yang disusun sendiri oleh pihak eksekutif (Gubernur).
Maka, menjadi wajar manakala DPRD DKI membentuk panitia angket untuk bisa melakukan penyelidikan dalam hal pengajuan rumusan APBD itu. Bahwa ada persoalan dalam penyusunan APBD seharusnya pihak eksekutif dapat kembali membicarakan persoalan tersebut dengan pihak dewan, tidak harus langsung mengajukan rumusan yang beda dengan kesepakatan bersama DPRD.
Sekarang ini, warga Jakarta tidak hanya bergulat dengan kemacetan ataupun banjir. Konstelasi politik lewat pertikaian antara Ahok sebagai Gubernur dengan pihak DPRD DKI Jakarta akan mewarnai kehidupan mereka dalam hari-hari ke depan.
Warga Jakarta, atau bahkan seluruh rakyat Indonesia akan melihat apakah Ahok atau anggota DPRD DKI yang harus mengalah sembari menikmati lagu yang didendangkan penyanyi Melky Goeslaw dengan Judul “Siapa Suruh Datang Jakarta…” @
0 comments:
Post a Comment