LENSAINDONESIA.COM: Bola panas kasus Badan Kredit Pasar (PD BKP) Ponorogo yang merupakan perusahaan daerah, menggelinding lagi. Kasus dugaan korupsi ini sempat mengendap hampir setahun, namun kini menggeliat bak bola salju. Beberapa LSM terus mendesak.
“Sudah ada target tersangka sementara satu dulu. Kelihatannya banyak, nanti, belum ditetapkan, tapi target sudah ada,” kata Kapolres Ponorogo AKBP Iwan Kurniawan.
Baca juga: Kejari dan Polres Ponorogo harus segera usut dana Bansos dan Miliran rupiah dana Jasmas di Ponorogo raib diselewengkan
Desakan penuntasan kasus dugaan korupsi Badan Kredit Pasar oleh sejumlah LSM membuahkan hasil dengan bergulirnya kembali kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp4,3 milliar tersebut.
Kasus yang semula hanya memenjarakan mantan Dirut BKP Budi Satrio, dengan vonis 1 tahun 6 bulan, kini mengarah ke calon tersangka lain. Tersangka berasal dari debitur ini, sudah berada di tangan polisi.
Suparno SH saat dikonfirmasi terkait kasus itu, mengatakan, penanganan kasus itu terlalu lambat dan tidak jelas arahnya. Sebab, kejahatan korporasi perbankan biasanya dilakukan pejabat yang memberi perintah dan yang menjalankan perintah.
Karena itu, kalau debitur yang dibidik duluan, menurut mantan ketua komisi A DPRD Ponorogo ini, justru tidak tepat sasaran. Sebab, debitur kaitannya dengan arah mengalirnya uang ‘haram’. Sedangkan yang bertanggung jawab adalah pengambil kebijakan dalam bank tersebut.
Debitur itu masalah mengalirnya uang. Seharusnya yang diambil dulu adalah pejabat yang ambil kebijakan dan yang melakukan eksekusi. Baru setelah itu telusuri aliran uang haram itu. “Kalau hanya mengambil debiturnya sebagai tersangka, maka dikhawatirkan kejahatan koorporasi perbankan itu tetap aman, dan uang deposan yang miliaran rupiah juga menguap. Dan harusnya sekda kena,” tegas Soeparno.
Tidak adanya ijin prinsip operasional sebagai bank dari Bank Indonesia(BI), jika ditelisik lebih teliti, maka hal ini akan menjerat makin dalam para pejabat di lingkaran PD BKP itu. Sebab, ancaman kejahatan perbankan, cukup berat, yaitu hukuman penjara minimal lima tahun, maksimal 15 tahun.
Begitu pula dengan dendanya juga sangat tinggi, yaitu antara sepuuh sampai Rp200 miliar.
Mantan anggota dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini, berharap polisi segera menukik lebih dalam terhadap kasus itu. Karena barang bukti dan saksi selama ini sudah dikantongi.
“Ini kejahatan yang terang-terangan, sudah terbukti. Kalau penyidik kesulitan cari bukti berarti tidak serius. Yang penting ambil kepalanya(pejabat), baru ekornya,” terangnya.@ arso
0 comments:
Post a Comment